Haji Umrah
Badal Umrah dan Badal
Haji
Badal Umrah, Adakah Dalilnya?
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Adakah dalil untuk badal umrah?
Kalau badal haji, ada dalilnya sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ »
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang
mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas
nama Syubrumah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas berkata, “Memangnya siapa Syubrumah?”
Ia menjawab, “Syubrumah adalah
saudaraku atau kerabatku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?”
Ia menjawab, “Belum.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberi saran, “Berhajilah untuk
dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani
berbeda penilaiannya, beliau menyatakan hadits ini shahih)
Para ulama berkata bahwa hukum badal umrah sama dengan hukum badal haji.
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah juz ke-30, hlm. 328-329 dalam pembahasan umrah
untuk yang lain disebutkan,
Para fuqaha secara umum membolehkan menunaikan umrah untuk yang lain karena
umrah sama halnya dengan haji boleh ada badal di dalamnya. Karena haji dan umrah
sama-sama ibadah badan dan harta. Namun ada rincian dari pendapat ulama yang
ada.
Ulama Hanafiyah menyatakan bolehnya menunaikan umrah dari yang lain atas
perintahnya. Karena menggantikan hanya boleh lewat jalan perintah. Kalau ada
perintah, lantas dibadalkanlah umrah tersebut, maka boleh. Karena saat itu
berarti melakukan hal yang diperintah.
Ulama Malikiyah menyatakan dimakruhkan mengganti umrah. Namun jika terjadi,
tetap dihukumi sah.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa boleh ada badal atau menggantikan
menunaikan umrah dari yang lain jika yang digantikan adalah mayit atau orang
yang masih hidup namun tidak lagi memiliki kemampuan untuk menunaikannya
sendiri.
Siapa saja yang sudah dibebani melakukan umrah yang wajib dan punya kemampuan
saat itu, namun tidak melakukkannya sampai meninggal dunia, maka wajib
menunaikan umrah tersebut oleh orang lain dari harta peninggalan si mayit. Orang
lain pun yang tidak ada punya hubungan kerabat jika menunaikan umrah tersebut
tetap dianggap sah walau tanpa izinnya. Sebagaimana tetap sah jika ada yang
melunasi utang walau tanpa izinnya.
Ulama Syafi’iyah juga berpendapat, boleh juga menunaikan umrah yang sunnah
jika yang digantikan tidak mampu menunaikan sendiri sebagaimana boleh juga
menunaikannya untuk mayit.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa tidak boleh mengumrahkan orang yang
masih hidup kecuali dengan izinnya. Memang umrah bisa digantikan namun butuh
akan izin dari orang yang digantikan. Adapun mayit boleh diumrahkan meskipun
tidak dengan izinnya.
Dari sini disimpulkan, para ulama masih menganggap berdasarkan dalil dari
badal haji, bahwa badal umrah tetap ada. Namun ada perincian yang berbeda dari
pendapat ulama madzhab.
Kenapa sampai berdalil dengan badal haji untuk perihal badal umrah? Karena
kesimpulan suatu hukum bukan hanya dari melihat dalil secara tekstual, namun
juga melihat kesamaan jenis ibadahnya atau memperhatikan ‘illah (pertautan)
hukum yang sama. Oleh karenanya, dalam sumber hukum Islam ada yang namanya
qiyas.
Ketika ulama Syafi’iyah membicarakan qiyas, mereka menyatakan bahwa qiyas
ialah,
حمل غير معلوم على معلوم فى إثبات الحكم لهما أو نفيه عنهما بأمر جامع بينهما من
حكم أو صفة
“Membawa (hukum) yang belum diketahui kepada (hukum) yang diketahui dalam
rangka menetapkan hukum bagi keduanya, atau meniadakan hukum bagi keduany,
disebabkan sesuatu yang menyatukan keduanya, baik hukum maupun sifat.”
Qiyas ini juga jadi dalil rujukan selain dari Al-Qur’an, hadits dan ijma’
(kata sepakat) para ulama.
Semoga bermanfaat.
Referensi: Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Juz ke-30. Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
Disusun menjelang ‘Ashar pada 13 Jumadal Ula 1437 H @ Darush Sholihin,
Panggang, Gunungkidul
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin,
@UntaianNasihat, @RemajaIslam
Tags;
badal haji umrah,Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Follow on TwitterSend a
Summber Rumaysho.com
Baca Juga :10 Ketentuan Badal Umrah dan Badal Haji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung di blog kami ini, semoga bermanfaat, dan tinggalkan pesan dan saran dari anda.di kolom tersedia di bawah ini. Terimakasih.Jazakumullah khairan.