BAHASAN UTAMA MANHAJ
Inilah Gambaran Cinta Nabi Dahulu dan Sekarang
Orang yang berusaha menghidupkan sunnah
dan membasmi bid’ah justeru dicap tidak cinta Rasul…! atau Wahabi …! Namun
sebaliknya, mereka yang melestarikan berbagai bid’ah khurafat dengan kedok
‘Cinta Rasul’ justeru mengklaim dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
Benar-benar aneh. Berikut adalah uraian berharga tentang gambaran cinta nabi
yang disampaikan oleh Ustadz Sufyan Basweidan, MA, moga kita bisa ambil
pelajaran berharga.
Sebagai seorang muslim, mencintai
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah suatu keharusan yang tidak bisa
ditawar-tawar. Hal ini merupakan konsekuensi dari kesaksian kita akan kerasulan
beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana tidak? Sedang melalui beliau lah
kita terbebas dari segudang warisan jahiliyah yang telah mengakar begitu lama.
Kalau lah tidak karena hidayah Allah, kemudian karena pengorbanan beliau dalam
mendakwahkan Islam, niscaya sampai hari ini kita masih terjerat dalam belenggu
syirik dan jahiliyah.
Segala puji bagi-Mu ya Allah, atas
hidayah dan taufiq yang Kau curahkan kepada kami… dan semoga shalawat dan salam
senantiasa tercurah padamu ya Rasulullah, atas setiap pengorbananmu demi
menegakkan dien ini…
Sungguh, berbicara mengenai kepribadian
beliau adalah suatu kenikmatan tersendiri… berkisah tentang pernak pernik
kehidupan beliau benar-benar menimbulkan decak kagum dan membesarkan hati…
Beliau lah manusia pilihan yang lahir
dari manusia-manusia terpilih. Berbekal hati sanubari yang disucikan dari segala
noda dan dosa, beliau beranjak menjadi manusia terhebat sepanjang sejarah.
Perilakunya sungguh luar biasa, tak dapat dilukiskan dengan kata-kata… sorot
wajahnya benar-benar mencerminkan seorang pemimpin agung yang amat welas kasih
terhadap rakyatnya… siapa pun yang menatap wajah beliau pastilah jatuh cinta
diliputi perasaan segan karena wibawanya yang demikian besar.
Singkatnya, beliaulah sosok insan
kaamil sejati yang tak mungkin ada tandingannya. Maka pantaslah jika para
sahabat benar-benar jatuh cinta kepada beliau. Mereka mencintai kekasihnya yang
satu ini lebih dari orang tua, anak dan isteri mereka; bahkan lebih dari diri
mereka sendiri!
Setiap kegembiraan yang beliau rasakan
adalah kegembiraan bagi mereka, dan setiap kesedihan yang beliau rasakan
merupakan kesedihan bagi mereka. Mereka ikut sakit tatkala beliau sakit, mereka
kelaparan tatkala beliau kelaparan, dan mereka tak dapat tidur sebelum kedua
mata beliau terpejam…
Dahulu, diriwayatkan dari Sayyidina
‘Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu, katanya: “Dahulu aku mempunyai seorang
tetangga Anshari dari Bani Umayyah bin Zaid, sebuah kabilah yang bermukim di
dataran tinggi kota Madinah. Kami berdua senantiasa bergantian mengunjungi
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Kalau hari ini dia yang turun maka
keesokannya gantian aku yang turun. Usai turun menemui Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, kukabarkan kepadanya apa-apa yang disampaikan Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam hari itu, baik itu berupa wahyu atau lainnya.
Demikian pula halnya kalau ia yang turun, ia melakukan hal serupa.
Sebagai lelaki Quraisy, kami adalah
orang yang memiliki supremasi terhadap istri-istri kami. Akan tetapi setiba kami
di Madinah, kami dapati bahwa orang Anshar adalah orang yang kalah oleh
istri-istri mereka. Akibatnya istri-istri kami mulai terpengaruh dengan tabiat
wanita Anshar.
Pernah suatu ketika aku membentak
istriku… tapi ia malah membantah. Aku pun jadi berang begitu tahu ia berani
membantahku.
“Mengapa kamu marah atas sikapku, padahal demi Allah, istri-istri Nabi saja
berani membantah beliau…? Bahkan ada di antara mereka yang sampai meninggalkan
beliau seharian ini hingga malam…” sanggah istriku.
Baca Juga: Buktikan Cintamu dengan Belajar Sunnah dan Sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam |
Aku pun tercengang mendengarnya…
“Benar-benar merugilah kalau sampai ada dari istri beliau yang berbuat demikian”
gumamku.
Saat itu juga aku menyingsingkan
gamisku dan bergegas menuju rumah Hafshah. Setibaku di rumahnya, kukatakan
kepadanya:
“Hai Hafshah, benarkah ada di antara kalian yang membikin kesal Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam seharian ini hingga malam?”
“Benar…” jawabnya.
“Alangkah meruginya kamu kalau begitu…
Apa kamu merasa aman dari murka Allah setelah kamu membikin kesal Rasul-Nya,
hingga boleh jadi kamu celaka karenanya…? Jangan minta macam-macam kepada Nabi,
dan jangan sekali-kali membantahnya atau meninggalkannya. Mintalah kepadaku apa
yang kau inginkan dan jangan kamu terpengaruh oleh madumu, karena ia lebih
cantik darimu dan lebih dicintai oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
-yakni Aisyah-”.
Konon ketika itu warga Madinah sedang
ramai membicarakan isu santer bahwa Raja Ghassan tengah menyiapkan pasukan
berkudanya untuk menyerbu Madinah.
Suatu ketika, tibalah giliran
tetanggaku yang Anshari itu untuk turun menemui Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam. Di petang harinya, ia mendatangiku sembari menggedor pintu rumahku
keras-keras…“Hoi, apa kamu ada di dalam?” teriaknya.
Aku pun tersentak kaget dan bergegas
keluar menemuinya… tanpa basa-basi, ia pun langsung memulai pembicaraan:
“Wah, ada perkara besar yang barusan terjadi …!”
“Ada apa? Apa Ghassan telah tiba?”
tanyaku.
“Oo.. jauh lebih besar dan lebih
mengerikan dari itu… Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menceraikan
istri-istrinya!!” katanya.
“Alangkah meruginya si Hafshah kalau
begitu… aku telah menduga bahwa hal ini bakal terjadi…” gumamku…” (H.R. Bukhari
no 5191).
Lihatlah, bagaimana kehidupan para
sahabat sangat terpengaruh dengan rumah tangga Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Bagi mereka, penyerbuan pasukan berkuda Raja Ghassan ke Madinah tidak
ada apa-apanya, dibanding kesedihan mereka atas apa yang terjadi dengan rumah
tangga kekasih mereka saat itu. Raut muka dan kondisi si Anshari tadi seakan
mengatakan: “Biarlah Ghassan menyerbu Madinah dan merampas harta benda yang kami
miliki, yang penting Rasulullah ceria kembali…”
Dahulu, ketika sebagian kaum muslimin
terpukul mundur dan meninggalkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam
perang Uhud, ada seorang sahabat yang bernama Abu Thalhah yang berdiri tegar
dihadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, melindungi beliau dengan
perisainya…
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
mengisahkan: Konon Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung yang busurnya
terkenal kuat, dan hari itu ia telah mematahkan dua atau tiga buah busurnya. Di
sampingnya ada seorang lelaki yang membawa sejumlah anak panah, maka perintah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam kepadanya:
“Berikan semua anak panahmu kepada Abu
Thalhah…”, sembari Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengamati pergerakan
musuhnya.
"Demi ayah dan ibuku yang menjadi
tebusanmu, janganlah menampakkan dirimu kepada musuh agar engkau tak terkena
panah… biarlah dadaku yang melindungi dadamu…!!” seru Abu Thalhah radhiyallahu
‘anhu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Subhaanallaah, betapa besar kecintaan
mereka kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga nyawa pun menjadi murah
demi keselamatan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam … benar-benar gambaran
kecintaan yang sejati.
Dahulu, ada seorang sahabat yang
bernama Muhaiyishah bin Mas’ud Al Khazraji Al Anshari, julukannya Abu Sa’ad. Ia
tergolong warga Madinah. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengutusnya ke daerah Fadak untuk mengajak penduduknya masuk Islam.
Ia termasuk salah seorang sahabat yang
ikut serta dalam perang Uhud, Khandaq dan berbagai peperangan berikutnya.
Ia memiliki saudara kandung yang lebih
tua usianya, yaitu Huwaiyishah bin Mas’ud; akan tetapi Muhaiyishah lebih cerdas
dan lebih afdhal dari saudaranya ini, bahkan ialah yang menjadi sebab keislaman
saudaranya.
Baca Juga: Nabi Isa Paling Dicintai Nabi Muhammad |
Ada sebuah kisah menakjubkan yang
terjadi antara Muhaiyishah dan Huwaiyishah. Kisah ini disebutkan oleh Ibnu Ishaq
dalam Kitab Al Maghazi dengan sanadnya dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
yang berkenaan dengan kisah pembunuhan seorang Yahudi keparat yang senantiasa
menyakiti Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melalui syair-syairnya,
namanya Ka’ab ibnul Asyraf.
Si Yahudi ini berusaha memprovokasi
orang-orang Arab untuk memerangi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Usai
terbunuhnya Ka’ab, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
para sahabatnya: “Jika kalian berpapasan dengan orang Yahudi siapa pun di sana,
maka bunuh saja!”.
Maka segeralah Muhaiyishah bin Mas’ud
menghabisi Ibnu Sunainah, salah seorang saudagar Yahudi yang dahulu bergaul erat
dan berjual beli dengannya.
Ketika itu, Huwaiyishah bin Mas’ud
belum masuk Islam dan ia lebih tua dari Muhaiyishah. Begitu ia tahu Muhaiyishah
membunuh si Yahudi tadi, Huwaiyishah langsung memukul dan menghardiknya:
“Hai musuh Allah, sampai hati kau
membunuhnya?! Padahal demi Allah, sebagian lemak yang ada di perutmu adalah
berasal dari hartanya!”, bentak Huwaiyishah.
“Demi Allah, aku diperintahkan untuk
membunuhnya oleh seseorang yang bila ia memerintahkanku untuk membunuhmu,
niscaya akan kupenggal juga lehermu!” jawab Muhaiyishah tegas.
Huwaiyishah tertegun sejenak
mendengarnya…
“Kalau begitu, agama yang menjadikanmu
seperti ini benar-benar luar biasa…” gumam Huwaiyishah.
Maka Huwaiyishah pun menyatakan
keislamannya, dan inilah awal keisalaman dirinya. Seketika itulah Muhaiyishah
mengucapkan syair:
يلوم ابن أمي لو أمرت بقتله لطبقت ذفراه
بأبيض قاضب
Ia mencelaku, padahal kalau disuruh membunuhnya,
pastilah kutebaskan pedangku pada tengkuknya.
حسام كلون الملح أخلص صقله متى ما أصوبه
فليس بكاذب
Pedang nan putih bak garam yang
berkilau sinarnya, yang bila kuhunus maka tak akan lagi berdusta.
وما سرني أني قتلتك طائعا وأن لنا ما بين
بصرى ومأرب
Aku tak suka bila membunuhmu karena
taat kepadanya,
diganti dengan apa yang terdapat antara
Ma’rib dan Bushra[2]
Wuiihh… benar-benar sulit dipercaya!
Benar-benar kecintaan yang tiada tara… adakah di antara kita yang sanggup
menirunya? Alih-alih ingin seperti mereka, disuruh ikut sunnahnya saja setengah
mati susahnya, apalagi disuruh seperti mereka? Mustahil rasanya…
Sekarang, cinta Rasul kebanyakan
hanyalah slogan yang sulit dicari wujudnya di lapangan. Cinta Rasul sering kali
diidentikkan dengan shalawatan, perayaan maulid, isra’ mi’raj, dan yang
sejenisnya.
Sekarang, orang yang dianggap cinta
Rasul ialah mereka yang mengagungkan beliau dengan bertawassul kepadanya dalam
do’a. Atau mereka yang mengirimkan Al Fatehah kepada beliau, atau mereka yang
menggelari beliau dengan gelar yang bermacam-macam: seperti Sayyidina, Habibina,
dan lain-lain.
Sekarang, ‘Cinta Rasul’ merupakan judul
kaset yang sering kita dengar di mana-mana… yang dinyanyikan oleh pria dan
wanita, tua dan muda… semua merasa khusyuk ketika melantunkan kata-kata:
Shalaatullaah salaamullaah… ‘alal habiibi Rasuulillaah…
Akan tetapi jangan tanya soal sunnah
beliau kepada mereka… karena mereka akan menjawab bahwa yang mereka lakukan
tadilah yang namanya sunnah.
Cinta Rasul kini telah berubah menjadi
klaim yang diperebutkan setiap golongan.
Cinta Rasul yang dahulu diwujudkan
dengan ittiba’ kepadanya, kini semakin luas maknanya hingga mencakup bid’ah
segala. Menurut mereka, perayaan maulid, isra’ mi’raj, shalawatan, dan yang
sejenisnya merupakan perwujudan nyata akan kecintaan seseorang kepada Nabinya.
Sehingga otomatis bila ada orang yang mengingkari hal-hal semacam itu,
serta-merta dituduhlah ia sebagai orang yang tidak cinta Rasul, atau wahhabi,
dan lain sebagainya.
Di sisi lain, mereka berusaha mencari
‘pembenaran’ –dan bukannya kebenaran– atas apa yang selama ini mereka lakukan.
Mereka berusaha meyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan selama ini tidaklah
bertentangan dengan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Mereka
mengumpulkan sebanyak mungkin ‘dalil’ (baca: syubhat) untuk melegitimasi praktik
‘sunnah’ (baca: bid’ah) mereka.
Memang zaman kita ini penuh dengan
keanehan… orang yang berusaha menghidupkan sunnah dan membasmi bid’ah justeru
dicap macam-macam; seperti tidak cinta Rasul…! atau wahhabi…! Namun sebaliknya,
mereka yang melestarikan berbagai bid’ah khurafat dengan kedok “Cinta Rasul”
justeru mengklaim dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
tabel
Baca Juga: Mana Bukti Cintamu pada
Nabi?
Mencintai dan Mengagungkan Sunnah Nabi
—
Penulis: Ustadz Sufyan Basweidan, MA (Mahasiswa Doctoral Universitas Islam
Madinah)
Artikel Muslim.Or.Id
Bookmarks إشارات مرجعية
[1] Lihat Shahih Bukhari, hadits no
3811 & 4064; dan Shahih Muslim, hadits no: 1811.
[2] Lihat Al Istie’aab fi Ma’rifatil
As-haab, 4/1463-1464, oleh Al Hafizh Ibnu ‘Abdil Bar; Dalailun Nubuwwah 3/200,
oleh Imam Al Baihaqy; Sirah Ibnu Hisyam, 3/326; dan yang lainnya.
Ma’rib adalah nama sebuah kota di
Yaman, sedangkan Bushra adalah nama sebuah daerah di Syam.
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami.
InsyaAllah, setiap artikel yang dibaca,
bisa menjadi pahala untuk kita semua.
Sumber Artikel :
Muslim.or.id-Penulis, Ustadz Sufyan Basweidan, MA (Mahasiswa Doctoral
Universitas Islam Madinah)
Penulis Salinan;
Rachmat.M.Flimban