Tampilkan postingan dengan label doa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label doa. Tampilkan semua postingan

20 Januari, 2022

Meminta Ampun dan Taubat

Doa dan Dzikir
Doa dan Dzikir Menurut Qur'an dan Sunnah

Tekan Tombol Buka

Meminta Ampun dan Taubat

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ

Ya Rabbi! Ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang

إِنْ كُنَّا لَـنُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ

Sungguh, kami menghitung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majlis mengucapkan (doa) berikut sebanyak 100 kali: Ya Rabbi! Ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)

Dalam at-Tirmidzi ada tambahan: … dalam suatu majlis sebelum Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit. Dan dalam al-Adabul Mufrad juga dalam riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan itu setelah shalat Dhuha. Lafazh Ahmad dan at-Tirmidzi dengan lafazh أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ; sedangkan dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni: أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ.

Mutiara Hadits

  • Betapa besar sifat tawadhu’ dan tunduk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Rabbnya. Padahai Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla. Para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak istighfar sebagai bentuk ‘ubudiyyah kepada Allah Azza wa Jalla; dan bentuk pengakuan betapa lemahnya makhluk dalam menunaikan hak Allah Azza wa Jalla. Jika para Nabi seperti itu, lalu bagaimana dengan selain Nabi yang tidak mempunyai jaminan ampunan?

  • Para Sahabat punya antusias untuk mengetahui bagaimana perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meneladaninya. Maka sangat perlu sekali bagi umat ini untuk memperhatikannya agar bisa meneladani Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

  • Keutamaan istighfar dan mengulang-ulangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:

  • يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ، فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

    Wahai manusia! Bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah setiap hari 100 kali.” (HR. Muslim)

  • Sudah selayaknya bagi masing-masing kita untuk memperbanyak istighfar dan taubat. Telah banyak dosa dibuat, kerusakan di darat dan lautan pun telah menyeruak. Janganlah terpedaya dengan amalan shalih yang dilakukan. Jangan sampai itu membuat kita memupuk rasa ‘ujub. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dari sikap ‘ujub:

  • لَوْ لَـمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ: العُجْبُ

    Seandainya kalian tidak berdosa, aku mengkhawatirkan atas kalian apa yang lebih parah dari hal tersebut, yaitu sikap ‘ujub. (Lihat ash-Shahihah, no. 658)

  • Di antara adab berdoa adalah agar menutup doa dengan menyebut nama Allah Azza wa Jalla yang sesuai dengan doanya. Misalnya bila meminta ampun dan rahmat, ia menyebut: Innaka anta Ghafur Rahim (Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang).
  • (Mir’atul Mafatih 8/57, Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad 2/269, Bahjat An-Nazhirin 3/335, Fadhlullah Ash-Shamad 2/79)

    Disalin dari Majalah as-Sunnah Ed. 12 Th. XIX_1437H/2016M, hal.1.

    Disalin dari Sumber Artikel; https://doandzikir.wordpress.com/2018/03/22/meminta-ampun-dan-taubat/#more-4523

    Penulis; Rachmat.M.Ma,Flimban

19 Januari, 2022

Konsisten Dalam Ber-DZIKIR

DOA dan DZIKIR

Konsisten Dalam Ber-DZIKIR

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رجلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيْنَا، فَبَابٌ نَتَمَسَّكُ بِهِ جَامِعٌ؟ قَالَ: لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Dari Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam telah banyak atas kami, maka apakah ada sebuah amal ibadah menyeluruh yang dapat kami amalkan?”. Beliau pun bersabda, “Hendaknya senantiasa lisanmu basah dengan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”. (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dengan lafazh seperti ini, dan dikeluarkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dengan makna yang serupa. Dan At-Tirmidzi berkata, “Hasan Gharib”.[1])

PENJELASAN HADITS

  1. 1-Pertanyaan seorang sahabat ini merupakan satu contoh dari sekian contoh yang banyak dalam pertanyaan-pertanyaan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang berbagai macam perkara agama. Semua itu menunjukkan keutamaan, kepandaian, ketanggapan, dan semangat mereka dalam menginginkan dan memperoleh setiap kebaikan. Dan maksud dari syariat-syariat yang telah banyak adalah ibadah-ibadah yang sunnah. Sahabat ini ingin mengetahui satu jalan dari jalan-jalan kebaikan yang hendak ia khususkan dan lebih perhatikan agar ia mendapatkan pahala labih dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Adapun hal-hal yang wajib, maka seluruhnya dibutuhkan. Dan wajib bagi setiap Muslim untuk melakukan seluruhnya. Dalam hadits ini Nabi menjawab agar sahabat tersebut konsisten dengan berdzikir kepada Allah, dan menganjurkan agar lisannya senantiasa basah dengan berdzikir kepada Allah. Dan dzikir, ada dua macam; umum dan khusus. Dzikir yang bersifat umum adalah seperti; melakukan shalat, membaca Al-Qur’an, mempelajari dan mengajarkan ilmu, memuji Allah, menyucikan Allah dari segala yang tidak layak bagi-Nya. Adapaun dzikir khusus, maka seperti memuji-Nya dengan ber-hamdalah, mengucapkan laa ilaaha illallaah, bertakbir, dan semisalnya, yang semua ini diiringi dengan berdoa kepada Allah. Maka sering diucapkan kata “Dzikir dan Doa”.
  2. Amalan ini mudah bagi seseorang, namun besar pahalanya di sisi Allah. Dan telah tetap sebuah hadits di dalam Ash-Shahihain, dan hadits ini merupakan hadits yang paling akhir dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu sabdanya:

    كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

    Dua kata yang dicintai Allah, ringan diucapkan oleh lisan, berat timbangannya dalam mizan. Dua kalimat tersebut adalah Subhanallahi wa bihamdihi dan Subhanallahil ‘Azhim“.

  3. 2-Pelajaran dan faidah hadits:
  • -Semangat para sahabat radhiallahu ‘anhum dalam bertanya-tanya tentang perkara agama mereka.
  • -Keutamaan berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan konsisiten di dalamnya.[]

Disalin dari Penjelasan 50 Hadits Inti Ajaran Islam karya Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr hafizhahullah, hadits ke-50; terbitan Yufid.Com


[1] HR Ahmad (4/188), At-Tirmidzi (3375), Ibnu Majah (3793), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (814). Dan hadits ini di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/95/1491) dan kitab-kitab beliau lainnya.

FILED UNDER PERINTAH DAN KEUTAMAAN BERDOA TAGGED WITH ANJURAN, DZIKIR, KEUTAMAAN, KONSISTEN

Meminta Ampun dan Taubat

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ

Ya Rabbi! Ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang

إِنْ كُنَّا لَـنُعَدُّ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةُ مَرَّةٍ: رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ

Sungguh, kami menghitung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu majlis mengucapkan (doa) berikut sebanyak 100 kali: Ya Rabbi! Ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu)

Dalam at-Tirmidzi ada tambahan: … dalam suatu majlis sebelum Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit. Dan dalam al-Adabul Mufrad juga dalam riwayat Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan itu setelah shalat Dhuha. Lafazh Ahmad dan at-Tirmidzi dengan lafazh أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ; sedangkan dalam riwayat Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni: أَنْتَ التَّوَّابُ الْرَّحِيْمُ.

Mutiara Hadits

  • Betapa besar sifat tawadhu’ dan tunduk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Rabbnya. Padahai Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapat ampunan dari Allah Azza wa Jalla. Para Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak istighfar sebagai bentuk ‘ubudiyyah kepada Allah Azza wa Jalla; dan bentuk pengakuan betapa lemahnya makhluk dalam menunaikan hak Allah Azza wa Jalla. Jika para Nabi seperti itu, lalu bagaimana dengan selain Nabi yang tidak mempunyai jaminan ampunan?
  • "Para Sahabat punya antusias untuk mengetahui bagaimana perilaku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meneladaninya. Maka sangat perlu sekali bagi umat ini untuk memperhatikannya agar bisa meneladani Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam.
  • "Keutamaan istighfar dan mengulang-ulangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bersabda:
  • يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ، فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

    Wahai manusia! Bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampunan kepada-Nya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah setiap hari 100 kali.” (HR. Muslim)

  • Sudah selayaknya bagi masing-masing kita untuk memperbanyak istighfar dan taubat. Telah banyak dosa dibuat, kerusakan di darat dan lautan pun telah menyeruak. Janganlah terpedaya dengan amalan shalih yang dilakukan. Jangan sampai itu membuat kita memupuk rasa ‘ujub. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan dari sikap ‘ujub:
  • لَوْ لَـمْ تَكُوْنُوْا تُذْنِبُوْنَ خَشِيْتُ عَلَيْكُمْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ: العُجْبُ

    Seandainya kalian tidak berdosa, aku mengkhawatirkan atas kalian apa yang lebih parah dari hal tersebut, yaitu sikap ‘ujub. (Lihat ash-Shahihah, no. 658)

  • Di antara adab berdoa adalah agar menutup doa dengan menyebut nama Allah Azza wa Jalla yang sesuai dengan doanya. Misalnya bila meminta ampun dan rahmat, ia menyebut: Innaka anta Ghafur Rahim (Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang).
  • (Mir’atul Mafatih 8/57, Syarh Shahih Al-Adab Al-Mufrad 2/269, Bahjat An-Nazhirin 3/335, Fadhlullah Ash-Shamad 2/79)

    Sumber; Majalah as-Sunnah Ed. 12 Th. XIX_1437H/2016M, hal.1.

    Di Salin dari Sumber Artikel; https://doandzikir.wordpress.com/

    Penulis Salinan; Rachmat.M.Ma,Flimban

Baca Juga; Meminta Ampun dan Taubat; Selegkapnya Klik Disini

Semoga Bermanfaa, Tinggalkan Saran dan Masukan Saudara/i
 

30 November, 2021

Fiqih Rahasia Keindahan Doa Istiftah (2)

FIQIH dan MUAMALAH

Rahasia Keindahan Doa Istiftah (2)

Baca Selengkapnya Klik Tombol Buka

FIQIH dan MUAMALAH

Rahasia Keindahan Doa Istiftah (2)

Sa'id Abu Ukkasyah Update; 15 September 2015 No.comments

Lafadz Istiftah Kedua:

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Ketika kami shalat bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seseorang dari suatu kaum mengucapkan dzikir Istiftah.”

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi maupun sore”

Kemudian Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam lalu bersabdah,

مَنِ الْقَائِلُ كَلِمَةَ كَذَا وَكَذَا؟

“Siapa yang mengucapkan kalimat begini dan begitu?”

Seseorang dari suatu kaum tersebut berkata,

أَنَا يَا رَسُولَ اللهِ

“Saya wahai Rasulullah”

Beliau bersabda :

عَجِبْتُ لَهَا، فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ

“Aku kagum terhadap kalimat tersebut, dibukakan karenanya pintu-pintu langit”.

Ibnu Umar pun berkata,

فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ذَلِكَ

“Aku tidak pernah meninggalkan doa ini sejak beliau bersabda begitu” (HR. Muslim).

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullahu menjelaskan lafadz Istiftah ini:

وهذا كله ذكر لله و ثناء عليه سبحانه بهذه الكلمات العظيمة  (اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا) فكله تكبير و تحميد و تسبيح لله، فهو مخلص في الثناء على الله عز و جل

“Dan dzikir Istiftah ini semuanya adalah aktifitas mengingat Allah dan memuji-Nya -Subhanahu- dengan kalimat yang agung

(اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا)

Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi maupun sore. Maka seluruh kalimat ini berisikan takbir (mengagungkan), tahmid (memuji) dan tasbih (mensucikan) Allah,  maka dzikir Istiftah ini hakikatnya murni mengandung pujian untuk Allah ‘Azza wa Jalla.”

Faidah dari lafadz Istiftah ini:

Berikut beberapa faedah dzikir Istiftah ini, yang penulis intisarikan dari http://www.saaid.net/Doat/ageel/9.htm dengan sedikit tambahan.

1. Di dalam dzikir Istiftah ini terdapat korelasi kata-kata yang indah

  • Kata Allaahu Akbar sangat cocok digandengkan dengan Kabiira, faidahnya semakin menunjukkan kemahabesaran Allah.
  • Kata Alhamdulillaah sangat sesuai jika diringi dengan Katsiira, karena demikian banyaknya sebab keterpujian Allah, tidak ada satu nikmatpun yang diterima oleh hamba kecuali dari-Nya.
  • Kata Subhanallaah pantas digabungkan dengan bukrataw wa ashiila, karena setiap orang melihat kekurangannya dalam rentang waktu pagi sampai sore, sedangkan Allah disucikan dari kekurangan-kekurangan tersebut.
  1. Penggabungan antara takbir (mengagungkan), tahmid (memuji) dan tasbih (mensucikan) Allah, menyebabkan dibukakan pintu-pintu langit.
  2. Keutamaan dua waktu, yaitu pagi dan sore, oleh karena itu pantas jika disyari’atkan di dalam waktu tersebut, dzikir pagi dan sore.
  3. Lafadz pertama dari Istiftah ini adalah takbir, ini sangat sesuai dengan sikap orang yang menunaikan shalat dengan baik, yaitu mengagungkan Allah dan meninggalkan seluruh perkara selain Allah yang tidak terkait dengan ibadah shalat, karena ia yakin bahwa tidak ada yang lebih besar dari Allah. Dengan demikian orang yang menunaikan shalat dengan baik akan bersesuaian antara ucapan dengan sikap, yaitu sama-sama mengagungkan Allah.
  4. Apalagi jika dikaitkan dengan ucapan sebelum Istiftah dalam shalat, yaitu takbiratul ihram, maka akan tergabung dua ucapan takbir. Takbiratul ihram dan takbir yang terdapat di dalam lafadz Istiftah ini, sehingga semakin menguat sikap mengagungkan Allah di dalam shalat.

Do’a Istiftah yang paling sahih

Tahukah Anda hadits yang paling sahih tentang masalah do’a Istiftah dalam shalat? Simaklah keterangan ulama berikut ini.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari mengatakan,

وحديث أبي هريرة أصح ما ورد في ذلك

“Dan Hadits Abu Hurairah adalah Hadits yang paling shahih dalam hal itu (Hadits do’a Istiftah).”

Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengatakan,

أصح ما ورد في الاستفتاح حديث أبي هريرة

“Hadits yang paling shahih dalam masalah do’a Istiftah adalah Hadits Abu Hurairah.”

Ulama menjelaskan bahwa hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menjadi hadits paling sahih dalam masalah do’a Istiftah karena hadits itu diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim.

Hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Dia berkata, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diam sejenak (iskatah) antara takbir dengan membaca (Al-Faatihah dalam shalat), saya (Abu Zur’ah) menyangkanya (Abu Hurairah) berkata hunayyah (diam sejenak). Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, ayah ibuku menjadi penebusmu. Anda terdiam sejenak antara takbir dan membaca (Al-Faatihah). Apakah yang Anda baca?’ Beliau bersabda, ‘Aku membaca

اللَّهُمَّ بَاعدْ بيني وبين خطاياي، كما باعدت بين المشرق والمغرب، اللَّهُمَّ نقِّني مِن خطاياي كما يُنقَّى الثوبُ الأبيضُ مِن الدَّنسِ، اللَّهُمَّ اغسلني مِن خَطَايَاي بالماءِ والثَّلجِ والبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan butiran es” (Muttafaqun ‘alaih, dan lafadz ini dari  Al-Bukhari).

Beberapa catatan penting tentang makna kosakata dalam Hadits di atas

1.  Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari mengatakan,

قوله (بأبي وأمي) الباء متعلقة بمحذوف اسم أو فعل والتقدير أنت مفدي أو أفديك، واستدل به على جواز قول ذلك ، وزعم بعضهم أنه من خصائصه -صلى الله عليه وسلم-

“Ucapan Abu Hurairah Bi abi wa ummi (dengan ayah dan ibuku) huruf al-baa` terkait dengan sesuatu yang tidak disebutkan, berupa isim (selain kata kerja) atau fi’il (kata kerja), sedangkan kata yang tidak disebutkan tersebut adalah Anda tertebus (dengan ayah dan ibuku) atau saya tebus Anda (dengan ayah dan ibuku). Ini merupakan dalil yang menunjukkan bolehnya mengucapkan kalimat itu, namun sebagian orang menyangka bahwa kalimat ini adalah khusus untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

2. Al-Barad adalah butiran es. Dalam surat An-Nuur: 43, Allah berfirman,

وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ جِبَالٍ فِيهَا مِنْ بَرَدٍ

“Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit sebanyak  gunung-gunung.”

وقال ابن عباس رضي الله تعالى عنهما أخبر الله -عز وجل- أن في السماء جبالا من برد

“Ibnu Abbas radhiyallahu ta’ala ‘anhuma berkata: Allah ‘Azza wa Jalla mengkabarkan bahwa di langit ada  butiran-butiran es sebanyak  gunung-gunung” (Tafsir Al-Baghawi).

Al-Khattabi rahimahullah mengatakan,

ذكر الثلج والبرد تأكيد، أو لأنهما ماءان لم تمسهما الأيدي ولم يمتهنهما الاستعمال

“Penyebutan salju dan butiran es merupakan penegasan atau karena keduanya air yang tidak pernah disentuh oleh tangan-tangan (manusia) dan keduanya tidak pernah menjadi benda yang hina karena digunakan” (Tafsir Al-Baghawi).

Secara bahasa Al-Barad adalah

البَرَدُ الماءُ الجَامِدُ ينزلُ من السَّحاب قِطَعًا صِغَارًا

“Al-Barad adalah Air beku yang turun dari awan, bentuknya butiran-butiran kecil.”

3. Makna “diam sejenak”

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari menyebutkan penjelasan tentang hal itu,

وسياق الحديث يدل على أنه أراد السكوت عن الجهر لا عن مطلق القول، أو السكوت عن القراءة لا عن الذكر

“Konteks hadits ini menunjukkan bahwa yang beliau (Abu Hurairah) maksud adalah diam dari mengeraskan suara, bukan diam tidak mengucapkan ucapan apapun juga atau maksudnya diam dari membaca Al-Qur’an, bukan diam dari mengucapkan dzikir.”

4. Perkataan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ , بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي

“Lalu aku  berkata, “Wahai Rasulullah, ayah ibuku menjadi penebusmu.” Kalimat ini menunjukkan kecintaan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghormatan terhadap beliau dan beradab kepada beliau dalam berkomunikasi.

Hal ini juga menunjukkan betapa tinggi kedudukan kedua orang tua di jiwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, karena beliau menebus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sesuatu yang termasuk hal paling mahal dalam hidupnya, yaitu kedua orang tua.

5. Pertanyaan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

“Anda terdiam sejenak antara takbir dan membaca (Al-Faatihah). Apakah yang Anda baca?” Ini menunjukkan semangat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dalam bertanya kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ajaran agama Islam yang belum diketahuinya.

Sikap ini menjadi contoh bagi kita semua agar tidak malu dalam bertanya tentang urusan agama Islam yang tidak kita ketahui atau kurang jelas bagi kita. Tanya jawab adalah termasuk metode termudah dalam menuntut ilmu syar’i.


Sumber Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Penulis Salinan ; Rachmat.M.Ma,Flimbanl

17 November, 2021

Tafsir Ayat Tentang “Pohon Kurma” (Bag. 2)

AL-QURAN TAFSIR

Tafsir Ayat Tentang “Pohon Kurma” (Bag. 2)

SELENGKAPNYA; KLIK TOMBOL BUKA

Baca pembahasan sebelumnya: Tafsir Ayat Tentang “Pohon Kurma” (Bag. 1)

Bismillah walhamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Daftar Isi ; Urut Judul

  1. Pohon Iman dalam Surat Ibrahim; ayat, 24-25
  2. 1.2  Daan dan ranting pohon iman
  3. Pohon Iman dalam Hadis

Pohon Iman dalam Surat Ibrahim : 24-25

Dalam surat Ibrahim : 24-25 yang telah disebutkan di atas, Allah Ta’ala membuat perumpamaan berupa sebuah pohon yang diberkahi oleh–Nya.

Allah Ta’ala memperumpamakan “Kalimatan Thayyibah (kalimat baik)” yang maksudnya adalah kalimat iman atau keimanan sebagai sebuah pohon iman yang merupakan sebaik-baik pohon, akarnya kokoh menghujam kedalam bumi dan dahan rantingnya menjulang tinggi ke langit, buahnya tak terputus, selalu ada di setiap waktu

Akar pohon iman

Akar pohon iman ini menghujam kedalam bumi, maksudnya adalah dasar keimanan yang kokoh dalam hati seorang mukmin berupa ilmu tentang iman dan keyakinan yang benar.

Dan akar pohon iman ini adalah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir, dan iman terhadap takdir.

Sedangkan iman kepada Allah adalah dasar dari seluruh rukun iman yang lainnya, dengan demikian Tauhid adalah dasar keimanan, karena iman kepada Allah mencakup mengimani keberadaan Allah dan mengesakan Allah atau tauhidullah!

Dahan dan ranting pohon iman

Sedangkan dahan dan ranting pohon iman adalah seluruh amalan ketaatan kepada Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan yang diridhoi oleh Allah, baik ucapan dan perbuatan yang lahir maupun batin.

Jadi dasar keimanan yang kokoh dalam hati menumbuhkan ucapan dan amal sholeh yang diridhoi oleh Allah.

Dahan ranting tersebut menjulang tinggi ke langit, maksudnya ucapan dan perbuatan yang diridhoi Allah tersebut terangkat ke atas, diterima oleh Allah pada setiap waktu, pagi dan sore.

Buah pohon iman

Adapun buah dari pohon iman ini adalah kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.

Jadi seorang mukmin yang memiliki dasar iman yang kokoh dalam hati dan ucapan serta amalnya sholeh, diridhoi oleh Allah itu membuahkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.

Pohon iman itu membuahkan buah setiap musim, maksudnya buah keimanan yang berupa kebaikan dan kebahagiaan itu dirasakan terus menerus oleh seorang mukmin di setiap waktu selama iman dan tauhid seseorang masih ada dalam hatinya, sebagaimana buah di surga terus ada tak pernah habis dan selalu siap dipetik.

Baca Juga: Pembagian Tafsir Menurut Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu

Pohon Iman dalam Hadits

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan pohon iman dengan bahasa yang lainnya, beliau bersabda :

الإيمان بضع وسبعون شعبة: أعلاها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من شعب الإيمان

“Iman itu tujuh puluh sekian cabang : paling tingginya adalah ucapan Laa ilaaha illallaah , dan paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, sedangkan malu adalah salah satu cabang keimanan!” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Hadits ini menunjukkan bahwa pohon iman itu terdiri dari cabang-cabang berupa ucapan, contohnya adalah ucapan Laa ilaaha illallaah, dan berupa perbuatan, contohnya menyingkirkan gangguan dari jalan, serta berupa amalan hati, contohnya malu.

Sehingga profil seorang mukmin adalah orang yang hatinya bersih, ucapannya baik dan perbuatannya sholeh, sosok seorang mukmin adalah sosok orang yang lahir dan batinnya diridhoi oleh Allah, bersih dari segala kotoran dan perusak keimanan.

Profil Seorang Muslim

Dari penjelasan ayat tentang “Pohon Iman”, maka profil seorang mukmin yang baik adalah

  • 1.Sosok yang ilmu tentang iman dan keyakinannya benar dan kokoh dalam hatinya sehingga bersih dan baik hatinya.
  • 2. Ucapan dan perbuatannya diridhoi Allah dan terangkat ke atas, diterima oleh Allah Ta’ala.
  • 3. Ia mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akherat.

Dengan demikian profil seorang mukmin yang sempurna keimanannya adalah sosok yang lahir dan batinnya diridhoi oleh Allah, bersih dari segala kotoran dan perusak keimanan, dan bahagia di dunia mapun di akherat.

Baca Juga:

Wallahu a’lam bishshawab.

Disalin dari Sumber Artikel: Muslim.or.id

Penulis Rachma.M.Ma.Flimban

26 Oktober, 2021

Doa,dan dzikir Apa Arti Masya Allah?

Doa dan Dzikir

Apa Arti Masya Allah?

Muhammad Rezki Hr, ST., M.Eng

Tentu tidak asing lagi ucapan “Masya Allah“[1] (ما شاء الله) di tengah kaum Muslimin. Bahkan pembaca sekalian mungkin sudah sering mengucapkannya. Tapi apakah anda sudah tahu arti Masya Allah?

Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “disyariatkan bagi orang mukmin ketika melihat sesuatu yang membuatnya takjub hendaknya ia mengucapkan ‘Masya Allah‘ atau ‘Baarakallahu Fiik‘ atau juga ‘Allahumma Baarik Fiihi‘ sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاء اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ

‘Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH”‘ (QS. Al Kahfi: 39)” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.39905).

Kita akan coba jelaskan apa makna dari ucapan “Masya Allah“? Simak penjelasan berikut:

Di dalam kitab Tafsir Al Quranul Karim Surat Al Kahfi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menjelaskan bahwa kalimat “Masya Allah” (ما شاء الله) bisa diartikan dengan dua makna. Hal tersebut dikarenakan kalimat “maa syaa Allah” (ما شاء الله) bisa di-i’rab[2] dengan dua cara di dalam bahasa Arab:

  1. I’rab yang pertama dari “Masya Allah” (ما شاء الله) adalah dengan menjadikan kata “maa” (ما) sebagai isim maushul (kata sambung) dan kata tersebut berstatus sebagai khabar (predikat). Mubtada’ (subjek) dari kalimat tersebut adalah mubtada’ yang disembunyikan, yaitu “hadzaa” (هذا). Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah :
  2. هذا ما شاء الله

    /hadzaa maa syaa Allah/

    Jika demikian, maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “inilah yang dikehendaki oleh Allah”.

  3. Adapun i’rab yang kedua, kata “maa” (ما) pada “maa syaa Allah” merupakan maa syarthiyyah (kata benda yang mengindikasikan sebab) dan frase “syaa Allah” (شاء الله) berstatus sebagai fi’il syarath (kata kerja yang mengindikasikan sebab). Sedangkan jawab syarath (kata benda yang mengindikasikan akibat dari sebab) dari kalimat tersebut tersembunyi, yaitu “kaana” (كان) . Dengan demikian, bentuk seutuhnya dari kalimat “maa syaa Allah” adalah:

ما شاء الله كان

/maa syaa Allahu kaana/
Jika demikian maka artinya dalam bahasa Indonesia adalah: “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”.
Ringkasnya, “maa syaa Allah” bisa diterjemahkan dengan dua terjemahan, “inilah yang diinginkan oleh Allah” atau “apa yang dikehendaki oleh Allah, maka itulah yang akan terjadi”. Maka ketika melihat hal yang menakjubkan, lalu kita ucapkan “Masya Allah” (ما شاء الله), artinya kita menyadari dan menetapkan bahwa hal yang menakjubkan tersebut semata-mata terjadi karena kuasa Allah.
Itulah arti Masya Allah yang bisa kita simpulkan. Semoga lisan-lisan kita dapat senantiasa dibasahi ucapan dzikir kepada Allah Ta’ala. Wabillahit taufiq.
Baca Juga:
Catatan Kaki
[1] Sebagian orang mempermasalahkan penulisan Masya Allah yang benar, antara lain “Masya Allah” atau “Masha Allah” atau “Maasyaa Allah” atau “Masyallah”. Mungkin bagi mereka yang benar adalah “Maa Syaa-Allah” atau “Maa Syaa-a Allah”. Namun hal ini sebenarnya tidak patut dipermasalahkan, semuanya bisa digunakan. Karena memang tulisan huruf latin tidak bisa mengakomodasi bahasa arab dengan sempurna. Sehingga yang penting adalah pengucapan lisannya. Bahkan dalam tulisan formal, hendaknya mengikuti kaidah transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor 158 tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. Lihat disini.
Jika dengan pedoman ini, maka penulisan yang baku adalah: Māsyā-a Allāhu
Namun, sekali lagi, ini bukan masalah besar selama tidak terlalu jauh dari pengucapan arabnya
[2] I’rab adalah penjabaran struktur kalimat di dalam bahasa Arab.

Sumber: https://muslim.or.id/21845-apa-arti-masya-allah.html

25 Oktober, 2021

Doa Istiftah, Macam – Macam Doa Istiftah

FIQH DAN MUAMALAH

Macam – Macam Doa Istiftah

Doa Istiftah adalah doa yang dibaca ketika shalat, antara takbiratul ihram dan ta’awudz sebelum membaca surat Al Fatihah. Berikut penjelasan macam-macam doa istiftah.

Daftar Isi
Hukum Membaca Doa Istiftah
Macam-macam Doa Istiftah,
2.1 PERTAMA
2.2 KEDUA
2.3 KETIGA

Hukum Membaca Doa Istiftah

Hukum membacanya adalah sunnah. Diantaranya dalilnya adalah hadist dari Abu Hurairah:

كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا كبَّر في الصلاة؛ سكتَ هُنَيَّة قبل أن يقرأ. فقلت: يا رسول الله! بأبي أنت وأمي؛ أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال: ” أقول: … ” فذكره

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setelah bertakbir ketika shalat, ia diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka aku pun bertanya kepada beliau, wahai Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku, aku melihatmu berdiam antara takbir dan bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika itu adalah:… (beliau menyebutkan doa istiftah)” (Muttafaqun ‘alaih)

Setelah menyebut beberapa doa istiftah dalam kitab Al Adzkar, Imam An Nawawi berkata: “Ketahuilah bahwa semua doa-doa ini hukumnya mustahabbah (sunnah) dalam shalat wajib maupun shalat sunnah” (Al Adzkar, 1/107).

Demikianlah pendapat jumhur ulama, kecuali Imam Malik rahimahullah. Beliau berpendapat, yang dibaca setelah takbiratul ihram adalah الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ yaitu surat Al Fatihah. Tentu saja pendapat beliau ini tidak tepat karena bertentangan dengan banyak dalil.

BACAAN BERIKUTNYA / Baca Juga: Rahasia Keindahan Doa Istiftah

Macam-macam Doa Istiftah

Ada beberapa macam jenis doa istiftah yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih.

Berikut ini macam-macam doa istiftah yang shahih, berdasarkan penelitian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah terhadap dalil-dalil doa istiftah, yang tercantum dalam kitab beliau Sifatu Shalatin Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

Pertama

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ، كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَدِ

“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin” (HR.Bukhari 2/182, Muslim 2/98)

Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat fardhu. Doa ini adalah doa yang paling shahih diantara doa istiftah lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (2/183).

Kedua

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا، وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي، وَنُسُكِي، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، اللهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي، وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا، إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ، لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang paling terbaik. Tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Aka aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu. Sedangkan keburukan tidak datang dari Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan dariMu dan aku bertobat kepadaMu” (HR. Muslim 2/185 – 186)

Doa ini biasa dibaca Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam shalat fardhu dan shalat sunnah.

Baca Juga: Kapan Membaca Do’a Iftitah pada Shalat Idul Fitri dan Idul Adha?

Ketiga

اللَّهِ أَكْبَرُ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi sebagai muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Mahasuci Engkau dan Maha Terpuji”. (HR. An Nasa-i, 1/143. Di shahihkan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/251)

Keempat

إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ

“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, tunjukilah aku amal dan akhlak yang terbaik. Tidak ada yang dapat menujukkanku kepadanya kecuali Engkau. Jauhkanlah aku dari amal dan akhlak yang buruk. Tidak ada yang dapat menjauhkanku darinya kecuali Engkau”. (HR. An Nasa-i 1/141, Ad Daruquthni 112)

Kelima

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau” (HR.Abu Daud 1/124, An Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10, Ad Darimi 1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)

Doa ini juga diriwayatkan dari sahabat lain secara marfu’, yaitu dari ‘Aisyah, Anas bin Malik dan Jabir Radhiallahu’anhum. Bahkan Imam Muslim membawakan riwayat :

أن عمر بن الخطاب كان يجهر بهؤلاء الكلمات يقول : سبحانك اللهم وبحمدك . تبارك اسمك وتعالى جدك . ولا إله غيرك

"Umar bin Khattab pernah menjahrkan doa ini (ketika shalat) : (lalu menyebut doa di atas)” (HR. Muslim no.399)

Demikianlah, doa ini banyak diamalkan oleh para sahabat Nabi, sehingga para ulama pun banyak yang lebih menyukai untuk mengamalkan doa ini dalam shalat. Selain itu doa ini cukup singkat dan sangat tepat bagi imam yang mengimami banyak orang yang kondisinya lemah, semisal anak-anak dan orang tua.

Bacaan Selanjutnya: Fatwa Ulama: Menggabung Beberapa Dzikir

Keenam

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ٣×

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا ٣×

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau,
Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah (3x), Allah Maha Besar (3x)” (HR.Abu Daud 1/124, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252)

Ketujuh

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang” (HR. Muslim 2/99)
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiallahu’anhu, ia berkata:

بينما نحن نصلي مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ إذ قال رجل من القوم: … فذكره. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” عجبت لها! فتحت لها أبواب السماء “. قال ابن عمر: فما تركتهن منذ سمعت رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول ذلك

“Ketika kami shalat bersama Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ada seorang lelaki yang berdoa istiftah: (lalu disebutkan doa di atas). Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda: ‘Aku heran, dibukakan baginya pintu-pintu langit‘. Ibnu Umar pun berkata:’Aku tidak pernah meninggalkan doa ini sejak beliau berkata demikian’”.

Kedelapan

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ

“Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, pujian yang terbaik dan pujian yang penuh keberkahan di dalamnya” (HR. Muslim 2/99).

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, ketika ada seorang lelaki yang membaca doa istiftah tersebut, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لقد رأيت اثني عشر ملكاً يبتدرونها ؛ أيهم يرفعها

“Aku melihat dua belas malaikat bersegera menuju kepadanya. Mereka saling berlomba untuk mengangkat doa itu (kepada Allah Ta’ala)”

Bacaan Selanjunya: Shalat, Sebab Penggugur Dosa

Kesembilan

اللَّهُمَّ لَكَ الحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَنْ فِيهِنَّ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ مَلِكُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، وَلَكَ الحَمْدُ أَنْتَ الحَقُّ وَوَعْدُكَ الحَقُّ، وَلِقَاؤُكَ حَقٌّ، وَقَوْلُكَ حَقٌّ، وَالجَنَّةُ حَقٌّ، وَالنَّارُ حَقٌّ، وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ، وَالسَّاعَةُ حَقٌّ، اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ، وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ، فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، أَنْتَ المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

“Ya Allah, segala puji bagi Engkau. Engkau pemelihara langit dan bumi serta orang-orang yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau memiliki kerajaan langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau adalah cahaya bagi langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau Raja langit dan bumi dan Raja bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkaulah Al Haq. Janji-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, surga itu benar adanya, neraka itu benar adanya, para nabi itu membawa kebenaran, dan Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam itu membawa kebenaran, hari kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepada-Mu lah aku berserah diri.Kepada-Mu lah aku beriman. Kepada-Mu lah aku bertawakal. Kepada-Mu lah aku bertaubat. Kepada-Mu lah aku mengadu. Dan kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosaku. Baik yang telah aku lakukan maupun yang belum aku lakukan. Baik apa yang aku sembunyikan maupun yang aku nyatakan. Engkaulah Al Muqaddim dan Al Muakhir. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau” (HR. Bukhari 2/3, 2/4, 11/99, 13/366 – 367, 13/399, Muslim 2/184)

Doa istiftah ini sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.

Kesepuluh

اللهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ، وَمِيكَائِيلَ، وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Ya Allah, Rabb-nya malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui hal ghaib dan juga nyata. Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku kebenaran dalam apa yang diperselisihkan, dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, kepada siapa saja yang Engkau kehendaki” (HR. Muslim 2/185)

Doa istiftah ini juga sering dibaca Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.

Bacaan  Selanjutnya: Shalat Menjadi Kesenangan Hati

Kesebelas

“Allah Maha Besar” 10x

 الله اكبر ١٠x

“Segala pujian bagi Allah” 10x

 الحمد لله ١٠x

“Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah” 10x

 لا اله الا الله  ١٠x

“Aku memohon ampun kepada Allah” 10x

١٠x استغفر الله

“Ya Allah, ampunilah aku, berilah aku petunjuk,

 berilah aku rizki, dan berilah aku kesehatan” 10x

اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ،وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي وَعَافِنِي ١٠x

“Ya Allah, aku berlindung dari kesempitan di hari kiamat” 10x

 اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الضِّيقِ يَوْمَ الْحِسَابِ ١٠x

(HR. Ahmad 6/143, Ath Thabrani dalam Al Ausath 62/2. Dihasankan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/267)

Kedua Belas

اللَّهُ أَكْبَرُ [ثلاثاً] ، ذُو الْمَلَكُوتِ، وَالْجَبَرُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

“Allah Maha Besar” 3x

“Yang memiliki kerajaan besar, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan” (HR. Ath Thayalisi 56, Al Baihaqi 2/121 – 122)

Bacaan Selanjutnya: Menuju Kesempurnaan Ibadah Shalat

Adab Membaca Doa Istiftah

Beberapa adab membaca doa istiftah dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam kitab Al Adzkar (1/107) :

Disunnahkan menggabung beberapa doa istiftah, dalam shalat yang sendirian. Atau juga bagi imam, bila diizinkan oleh makmum. Jika makmum tidak mengizinkan, maka jangan membaca doa yang terlalu panjang. Bahkan sebaiknya membaca yang singkat. Imam An Nawawi nampaknya mengisyaratkan hadits:

إذا أم أحدكم الناس فليخفف . فإن فيهم الصغير والكبير والضعيف والمريض . فإذا صلى وحده فليصل كيف شاء

“Jika seseorang menjadi imam, hendaknya ia ringankan shalatnya. Karena di barisan makmum terdapat anak kecil, orang tua, orang lemah, orang sakit. Adapun jika shalat sendirian, barulah shalat sesuai keinginannya” (HR.Muslim 467)

Jika datang sebagai makmum masbuk, tetap membaca doa istiftah. Kecuali jika sudah akan segera ruku’, dan khawatir tidak sempat membaca Al Fatihah. Jika demikian keadaannya, sebaiknya tidak perlu membaca istiftah, namun berusaha menyelesaikan membaca Al Fatihah. Karena membaca Al Fatihah itu rukun shalat.

Jika mendapati imam tidak sedang berdiri, misalnya sedang rukuk, atau duduk di antara dua sujud atau sedang sujud, maka makmum langsung mengikuti posisi imam dan membaca sebagaimana yang dibaca imam. Tidak perlu membaca doa istiftah ketika itu.

Para ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat mengenai anjuran membaca doa istiftah ketika shalat jenazah. Menurut An Nawawi, yang lebih tepat adalah tidak perlu membacanya, karena shalat jenazah itu sudah selayaknya ringan.

Membaca doa istiftah itu hukumnya sunnah, tidak wajib. Jika seseorang meninggalkannya, tidak perlu sujud sahwi.
Yang sesuai sunnah, doa istiftah dibaca dengan sirr (lirih). Jika dibaca dengan jahr (keras) hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat.

Demikian tulisan ringkas ini. Semoga bermanfaat.

والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Posting Berikutnya; Rukun-Rukun Shalat
— Semoga bermanfaat Artikel ini
Disalin dari Sumber; Artikel muslim.or.id
Penulis Salinan; Rachmat.M.Flimban