Tampilkan postingan dengan label wabah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wabah. Tampilkan semua postingan

28 Agustus, 2021

Mengenal Penyakit Ain, Pencegahannya dan Pengobatannya

KESEHATAN


KESEHATAN

Mengenal Penyakit Ain, Pencegahannya dan Pengobatannya

Yulian Purnama, S.Kom.

Daftar Isi

1. Apakah penyakit ‘ain itu?

2. Penyakit ‘ain benar adanya!

3. Sebab terjadinya penyakit ‘ain

4. Ain bisa terjadi pada benda mati

5. Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit ‘ain

6. Cara agar kita tidak terkena ‘ain

7. Cara mengobati penyakit ‘ain

Apakah penyakit ‘ain itu?

‘Ain adalah penyakit atau gangguan yang disebabkan pandangan mata. Disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan:

إصابة العائن غيرَه بعينه

“Seorang yang memandang, menimbulkan gangguan pada yang dipandangnya” (Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid, hal. 69).

Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah:

مأخوذة من عان يَعين إذا أصابه بعينه ، وأصلها : من إعجاب العائن بالشيء ، ثم تَتبعه كيفية نفْسه الخبيثة ، ثم تستعين على تنفيذ سمها بنظرها إلى المَعِين

“‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya: terkena sesuatu hal dari mata. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respon jiwa yang negatif, lalu jiwa tersebut menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).

Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, kerusakan atau bahkan kematian.

Penyakit ‘ain benar adanya!

Setelah mengetahui definisi dari ‘ain, mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya: “Ah, mana mungkin sekedar memandang akan menimbulkan penyakit?!”, “bagaimana bisa sekedar pandangan membuat seseorang mati?”. Atau bahkan sebagian orang mengingkari adanya ‘ain karena tidak masuk akal. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين

“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَأْمُرُنِي أَنْ أَسْتَرْقِيَ مِنَ العَيْنِ

“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku agar aku diruqyah untuk menyembuhkan ‘ain” (HR. Muslim no.2195).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أكثرُ مَن يموت بعدَ قضاءِ اللهِ وقَدَرِهِ بالعينِ

“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404], dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1206).

Dan kabar Nabawi ini wajib kita imani, bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan pernah terjadi. Dan tentunya sangat mudah bagi Allah untuk membuat adanya penyakit yang semisal ‘ain ini. Dan nyata penyakit ini juga banyak disaksikan adanya oleh orang-orang, yaitu ketika didapati adanya orang-orang yang jatuh sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

Baca Juga: Penyakit yang Paling Berbahaya

Sebab terjadinya penyakit ‘ain
‘Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap nikmat yang ada pada orang lain. Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang tersebut dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ‘ain. Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:

وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله عليه وسلم بالاستعاذة من الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد وليس كل حاسد عائنا

“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” … dan dari keburukan orang yang hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).

Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain. Dalam hadits dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata:

اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ، فَنَزَعَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ: وَكَانَ سَهْلٌ رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ رَبيعَةَ: مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ مَكَانَهُ، فَاشْتَدَّ وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأُخْبِرَ أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله، فَاَتَاهُ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ مِنْ شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -: “عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟ أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ، تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ

“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).

Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang Sahl bin Hunaif dengan penuh kekaguman, sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها للمعين، فليدفع شرها بقوله: اللهم بارك عليه

“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118).

Ain bisa terjadi pada benda mati
Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga bisa terkena ‘ain. Benda mati yang terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau hancur secara tiba-tiba. Wa’iyyadzu billah. Dalam hadits, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:

اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي

“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan pada agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku” (HR. Abu Daud no.5074, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا

“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “masyaAllah, laa quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).

Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa harta bisa terkena ain dan boleh diruqyah ketika terkena ‘ain. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله، أو ماله، أو ولده فليقل: ما شاء لا قوة إلا بالله ـ وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة

“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum pada keadaannya atau hartanya atau pada anaknya, hendaknya ucapkan maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah. Ini diambil dari ayat yang mulia ini” (Tafsir Ibnu Katsir).

Baca Juga: Inilah Dahsyatnya Bahaya Hasad

Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit ‘ain
Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk mencegah ‘ain ketika melihat suatu hal yang menakjubkan pada orang lain, mengucapkan:

ما شاء الله لا قوة إلا بالله

/laa haula walaa quwwata illa billah/

Namun pendapat ini tidak memiliki dasar yang kuat.

Dari sisi orang yang memandang, hadits-hadits menunjukkan bahwa untuk mencegah ‘ain adalah dengan tabriik (mendoakan keberkahan), misalnya mengucapkan: “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu) atau “baarakallahu laka” (semoga Allah memberkahimu).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا رأى أحدكم من نفسه و أخيه ما يعجبه فليدع بالبركة فإن العين حق

“jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya suatu hal yang menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya, karena ‘ain itu benar adanya” (QS. An Nasa-i no. 10872, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Dan yang paling penting agar tidak menimbulkan penyakit ‘ain pada diri orang lain adalah menghilangkan rasa hasad kepada orang lain. Karena hasad itu tercela. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا تَباغضوا ، و لا تَقاطعوا ، و لا تَدابَروا ، و لا تَحاسَدُوا ، و كونوا عبادَ اللهِ إخوانًا

“Janganlah kalian saling membenci, saling memutus hubungan, saling menjauh, saling hasad. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari no. 6076, Muslim no.2559).

Dan hasad kepada nikmat yang didapatkan orang lain, berarti tidak ridha kepada keputusan Allah dan pembagian rezeki oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. An Nisa’: 32).

Cara agar kita tidak terkena ‘ain
Hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari penyakit ‘ain adalah menghindari sikap suka pamer, dan berhias diri dengan sifat tawadhu‘.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zalim pada yang lain” (HR. Muslim no. 2865).

Sebisa mungkin hindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan usaha, kebahagiaan keluarga, juga memamerkan foto anak, foto diri, foto istri/suami, dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan iri-dengki dari orang yang melihatnya. Atau juga yang bisa menyebabkan kekaguman berlebihan dari orang yang melihatnya. Karena pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain, sebagaimana sudah disebutkan.

Kemudian di antara upaya pencegahan penyakit ‘ain adalah dengan menjaga dan memelihara semua kewajiban dan menjauhi segala larangan, taubat dari segala macam kesalahan dan dosa, juga membentengi diri dengan beberapa dzikir doa, dan ta’awudz (doa perlindungan) yang disyariatkan.

Allah Ta’ala berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30).

Allah Ta’ala juga berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’du: 28)

Rutinkan dzikir-dzikir pagi dan sore, serta dzikir-dzikir harian seperti dzikir keluar/masuk rumah, dzikir keluar/masuk kamar mandi, dzikir hendak tidur atau bangun tidur, dzikir naik kendaraan, dzikir ketika akan makan, dzikir setelah shalat, dan lainnya.

Diantara dzikir pencegah ‘ain yang bisa dibaca kepada anak-anak agar tidak terkena ‘ain adalah sebagaimana yang ada dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan Hasan dan Husain dengan doa:

أُعِيذُكما بكلِماتِ اللهِ التَّامَّةِ، مِن كلِّ شيطانٍ وهامَّةٍ، ومِن كلِّ عينٍ لامَّةٍ

/u’iidzukuma bikalimaatillahit taammah, min kulli syaithaanin wa haamah wa min kulli ‘ainin laamah/

“Aku meminta perlindungan untuk kalian dengan kalimat Allah yang sempurna, dari gangguan setan dan racun, dan gangguan ‘ain yang buruk”. Lalu Nabi bersabda: “Dahulu ayah kalian (Nabi Ibrahim) meruqyah Ismail dan Ishaq dengan doa ini” (HR. Abu Daud no. 4737, Ibnu Hibban no.1012, dishahihkan Syu’ain Al Arnauth dalam Takhrij Ibnu Hibban).

Baca Juga: Pengobatan yang Menisbatkan pada Islam dan Sunnah

Cara mengobati penyakit ‘ain
Adapun orang yang terlanjur terkena ‘ain maka yang pertama kali harus dilakukan adalah bersabar. Hendaknya ia meyakini bahwa penyakit ‘ain itu terjadi atas izin Allah. Allah Ta’ala berfirman:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At Taghabun: 11).

Dan hendaknya ia bertawakkal hanya kepada Allah. Ia meyakini bahwa satu-satunya yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ

“jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).

Jika orang yang terkena ‘ain bertawakkal kepada Allah sepenuhnya, maka pasti Allah akan sembuhkan. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan penuhi kebutuhannya” (QS. Ath Thalaq: 3).

Dan hendaknya orang yang terkena ‘ain mengusahakan sebab-sebab yang bisa menyembuhkan penyakit ‘ain, diantaranya:

Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhum, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

العين حق ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين ، وإذا استغسلتم فاغسلوا

“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir, maka itulah ‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk memandikan orang yang terkena ‘ain)” (HR. Muslim no. 2188).

Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Umamah bin Sahl di atas. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir bin Rabi’ah untuk berwudhu dan menyiramkan air wudhunya kepada Sahl yang terkena ‘ain. Dalam riwayat yang lain:

فَأَمَرَ عَامِرًا أَنْ يَتَوَضَّأَ، فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، وَرُكْبَتَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ، وَأَمَرَهُ أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ

“Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir untuk berwudhu. Lalu Amir membasuh wajah dan kedua tangannya hingga sikunya, dan membasuh kedua lututnya dan bagian dalam sarungnya. Lalu Nabi memerintahkannya untuk menyiramkannya kepada Sahl” (HR. An Nasa’i no. 7617, Ibnu Majah no. 3509, Ahmad no. 15980, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata :

كانَ يُؤمَر العائِنُ، فيتوضّأُ، ثم يَغْتَسِلُ منه المَعِينُ

“Dahulu orang yang menjadi penyebab ‘ain diperintahkan untuk berwudhu, lalu orang yang terkena ‘ain mandi dari sisa air wudhu tersebut” (HR Abu Daud no 3885, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.2522).

Ruqyah syar’iyyah
Sebagaimana hadits dari Asma bintu Umais radhiallahu’anha, ia berkata
:

يا رسول الله ، إن بني جعفر تصيبهم العين ، أفنسترقي لهم ؟ ، قال : نعم ، فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين

“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah ‘ain” (HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no. 3510, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Ada beberapa cara meruqyah orang yang terkena ‘ain, diantaranya dengan membacakan doa yang ada dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata: “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam merasakan sakit, Malaikat Jibril meruqyahnya dengan doa:

باسْمِ اللهِ يُبْرِيكَ، وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيكَ، وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ، وَشَرِّ كُلِّ ذِي عَيْنٍ

/bismillahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min syarri haasidin idza hasad, wa syarri kulli dzii ‘ainin/

(dengan nama Allah yang menyembuhkanmu. Ia menyembuhkanmu dari segala penyakit dan dari keburukan orang yang hasad dan keburukan orang yang menyebabkan ‘ain) (HR. Muslim no.2185).

Atau membaca doa-doa ruqyah dari hadits-hadits shahih yang lainnya, serta ayat-ayat Al Qur’an. Dan semua ayat-ayat Al Qur’an bisa untuk meruqyah.

Demikian pemaparan singkat mengenai penyakit ‘ain. Semoga Allah Ta’ala menjaga kita dari keburukan penyakit ‘ain. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.

Baca Juga: Tanda-Tanda Terkena Gangguan Jin dan Penyakit ‘Ain

***

Penulis Sumber Artikel: Yulian Purnama

Sumber Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/51176-penyakit-ain.html

Penulis; Rachmat.M.Flimban

15 Agustus, 2021

Sejarah Wabah dan Kondisi Masjid Pada Saat Itu

SEJARAH ISLAM
Sejarah Wabah dan Kondisi Masjid Pada Saat Itu
TAHUN 18 H
Imam At-Thabari menceritakan bahwa pada saat terjadi Tha'un Amwaas di negeri Syam, wabah tersebut telah merenggut banyak orang, termasuk gubernur Syam kala itu, yaitu Abu Ubaidah 'Amir bin Al-Jarrah, dan kemudian merenggut jiwa gubernur selanjutnya yaitu sahabat Mu'az bin Jabal.
Tatkala sahabat 'Amr bin Al-Ash yang ditunjuk sebagai gubernur, beliau berkhutbah dan berkata kepada penduduk Syam:

ا النَّاسُ، ا الْوَجَعَ ا ا لُ اشْتِعَالَ النَّارِ، لوا الجبال

“Wahai masyarakat semua, sesungguhnya wabah penyakit ini telah melanda, maka akan cepat menyebar bagaikan api yang berkobar-kobar, maka dari itu kalian pergi ke gunung gunung.”
Mendengar anjuran sang gubernur ini, sahabat Watsilah Al-Huzali berkata: “Engkau salah besar, sungguh demi Allah, aku telah menjadi sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan engkau (wahai 'Amr) ketika itu masih dalam kondisi lebih buruk dibanding keledaiku ini ( masih kafir).
Mendapat sanggahan ini, sahabat 'Amr berkata: “Sungguh demi Allah aku tidak akan membantah ucapanmu, sungguh demi Allah aku tidak akan menetap/berdiam diri di kota ini.”
Kemudian sahabat 'Amr bin Al-Ash segera mengasingkan diri di pegunungan, dan segera berhamburan mengikutinya, dengan menyebar ke pegunungan. Tak selang berapa lama, Allah mengangkat wabah Tha'un dari negeri Syam.
Tatkala berita tentang sikap sahabat 'Amr bin Al-Ash ini sampai kepada Khalifah Umar bin Al-Khatthab, sungguh demi Allah beliau tidak mengingkarinya. (At-Thobari dengan sanad yang lemah)
Walaupun sanadnya lemah, namun ini bukan riwayat yang berkaitan dengan hukum, dan biasanya para ahli sejarah sangat toleran dalam membawakan riwayat semacam ini dalam hal hal sejarah dan yang serupa, karena tidak berkaitan dengan halal dan haram.
Apalagi tindakan sahabat 'Amr bin Al-Ash di atas masih dapat ditoleransi sebagai bentuk upaya mencegah penyebaran penyakit, yang diajarkan dalam sunnah yaitu membatasi interaksi sosial masyarakat.
Bila mereka pergi ke gunung gunung, maka itu berarti mereka meninggalkan masjid-masjid dan tidak berjamah di masjid.
TAHUN 448 H
Imam Az-Zahabi menceritakan bahwa pada tahun 448 H, di negeri Mesir dan Andalusia terjadi paceklik dan wabah yang dahsyat, bahkan tidak pernah terjadi kekeringan dan wabah yang lebih dahsyat dari yang terjadi kala itu di negeri Qordoba dan Isybiliya (Sevilla), sampai-sampai seluruh masjid ditutup, tanpa ada seorangpun yang mendirikan sholat di dalamnya. Dan tahun itu dikenal dengan tahun dahsyat. (Siyar A'alam An-Nubala' 13/438)
TAHUN 449 H
Ibnu Jauzi juga menceritakan bahwa pada tahun 449 H, terjadi wabah yang sangat dahsyat di negri Ahvaz, Wasit dan sekitarnya. Sampai sampai 20 hingga 30 orang dikuburkan dalam satu lubang.
Banyak dari kaum fuqara' yang terpaksa makan daging anjing, bahkan sebagian sampai makan daging mayat manusia.
Dikisahkan, banyak keluarga yang masih menyimpan khamr, anggota rumah tersebut mati secara bersamaan.
Begitu dahsyatnya wabah yang melanda, masjid-masjid menjadi kosong, tidak ada yang mendirikan shalat di dalamnya.
Masyarakat setempat bersegera bertaubat, menyedekahkan harta mereka, menumpahkan khamr, memecahkan alat-alat musik, memperbanyak baca Al-Qur'an. (Al-Muntazham oleh Ibnu Al-Jauzi 16/17-18)
TAHUN 827 H
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani menceritakan kejadian pada awal tahun 827 H, bahwa di kota Mekah terjadi wabah yang dahsyat. Setiap hari rata-rata berjatuhan korban meninggal sekitar 40 orang. Pada bulan Rabi'ul Awwal saja, korban meninggal ditaksir mencapai 1700 jiwa.
Dikisahkan bahwa imam shalat yang mendirikan shalat di depan Maqam Ibrahim, yang memimpin shalat para pengikut mazhab As-Syafii hanya diikuti oleh 2 orang saja. Sedangkan imam-imam jamaah mazhab lainnya sama sekali tidak mendirikan jamaah, karena tidak ada orang yang mengikuti shalat mereka. (Inba'ul Ghumri bi Abna'il Umri oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani 3/326)
Dan masiih banyak kisah yang lainnya.
Kawan, ini adalah sejarah, selanjutnya silahkan yang berusaha mengambil faedahnya.
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android . Unduh Sekarang!!
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 an YAYASAN YUFID NETWORK

10 Juli, 2021

Inilah Manfaat Wudhu untuk Mencegah Virus Corona

Kesehatan

Rusman Siregar
Jum'at, 20 Maret 2020 - 22:28 WIB

Inilah Manfaat Wudhu untuk Mencegah Virus Corona

Sebelum munculnya virus Corona (Covid-19), Islam telah mengajarkan cara mencegah dan mengantisipasi segala penyakit sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW). Selain menjaga pola hidup sehat, Rasulullah memerintahkan umatnya untuk menjaga wudhu.

Adapun terkait wabah penyakit menular, Rasulullah SAW juga mengajarkan ilmunya. "Jika kamu mendengar tentang Tho'un (sejenis wabah penyakit yang mematikan) di suatu tempat, maka janganlah kamu memasukinya (tempat itu). Apabila kamu (terlanjur) berada di tempat yang terkena wabah itu, maka janganlah kamu keluar dari tempat itu." (HR. At-Turmuzi dari Sa'id).

Wudhu merupakan bagian dari ilmu thaharah (bersuci) yang artinya membersihkan diri dari hadas dan najis. Jika seseorang berwudhu dengan sempurna (mengerjakan rukun dan sunnah-sunnahnya) dan menjaganya, maka Malaikat akan senantiasa mendoakannya. Manfaat wudhu ini dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh bakteri maupun virus.

Kiyai Naziri Alfansuri dalam satu kajiannya di Masjid Ar-Rahman, Perumahan Bumi Mas Raya Cikokol Tangerang, mengatakan, untuk menjadi 'mutathahhirin' itu wudhunya harus benar. Karena dari awal Islam menuntun manusia melalui Rasul-Nya agar memperhatikan kebersihan.

Baca Juga: Cara Menyikapi Khilafiyah dalam Urusan Agama

Kerugian-kerugian Ketika Meninggalkan Sholat Subuh
"Kalau kita dari awal sudah memperhatikan kebersihan, kita akan terhindar dari virus Corona," kata Kiyai Naziri.
Rasulullah SAW senantiasa berwudhu untuk membersihkan fisiknya dan mengajarkan doa setelah wudhu.

اَشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَاالتَّوَّابِيْنَ، وَجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنِىْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ

"Saya bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah saya orang yang selalu bertobat, dan jadikanlah saya orang selalu mensucikan diri, dan jadikanlah saya dari golongan hamba-hamba-Mu yang saleh."

Wudhu yang Benar

Berwudhu jangan hanya sekadar berwudhu, tetapi setiap anggota wudhu perlu diistighfari karena itu sumber dosa di antaranya wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki. Rasulullah SAW bersabda:

لَا يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يُصَلِّي الصَّلَاةَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلَاةِ الَّتِي تَلِيهَا

"Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhunya dan melaksanakan salat, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosa yang dilakukannnya antara salat yang dia kerjakan itu sampai dengan salat berikutnya." (HR. Muttafaqun 'Alaihi)

Wudhu yang dapat menghalangi seseorang dari virus itu adalah wudhu yang diajarkan oleh Rasulullah SAW . Beliau memerintahkan setiap Jumat memotong kuku karena apabila kuku 7 hari tidak dipotong akan menyimpan bakteri. Ada air yang tidak kena karena tertutup kuku kita. Kemudian mencukur bulu-bulu karena bisa jadi ada bakteri di sana.

Allah Ta'ala berfiman: "Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian ingin melaksanakan salat, basuhlah wajah dan tangan kalian sampai ke siku, dan usaplah kepala kalian dan (basuhlah) kaki kalian sampai kedua mata kaki." (Al-Ma'idah: 6)

Sebelum berwudhu, cuci tangan dulu karena sebelum memasukkan air ke mulut itu tangan harus bersih dari bakteri. Setelah itu baru ambil air untuk berkumur-kumur. Minimal baca Bismillaah karena akan berpengaruh pada air yang kita sentuh. Air kalau dibacakan Bismillaah molekulnya akan tersusun rapi.

Kumur-kumur tidak hanya membersihkan bekas makanan, tapi juga membersihkan bakteri. Virus itu makhluk Allah Ta'ala yang mematikan. Cara membunuhnya harus dengan menghadirkan yang menghidupkan, yaitu air.

Salah satu sunnah wudhu yaitu menghirup air ke dalam hidung atau disebut Istinsyaq. Dalilnya adalah hadis sahih Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ حُمْرَانَ: أَنَّ عُثْمَانَ دَعَا بِوَضُوءٍ: ... ثُمَّ مَضْمَضَ، وَاسْتَنْشَقَ، وَاسْتَنْثَرَ ... ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. (متفق عليه)

Dari Humran bahwa Utsman RA meminta air wudhu: … Lalu berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung dan mengembuskannya keluar… Kemudian Utsman berkata: "Saya melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhu-ku ini." (HR Bukhari Muslim)

Setelah itu mencuci muka dari rambut tumbuh sebelah atas sampai dagu atau jenggot. Kemudian dari tangan sampai siku. Setelah itu kepala. Yang dicuci adalah kepala, bukan rambut. Artinya air harus menempel ke kepala. Setelah itu dibasahi, dan sunnahnya kita cuci telinga. Kemudian kaki sampai mata kaki, bukan kaki sampai jari kaki. Kalau hanya sekadar dibasahi saja bakterinya tidak hilang. Mencucinya harus benar-benar sempurna hingga ke celah-celah jari kaki dan telapak.

Beruntunglah menjadi umat Rasulullah SAW dan menjadi hamba Allah karena dididik untuk bersih. Apabila rajin salat dan rajin memelihara wudhu maka akan terhindar dari Corona. Peliharalah wudhu insya Allah memelihara kita dari segala penyakit.

Selain berwudhu, jangan lupa memperbanyak doa ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ ، وَالجُنُونِ ، والجُذَامِ ، وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit yang jelek lainnya." (HR Abu Daud No 1554, HR Ahmad)

Penulis, Rachmat.M.Flimban

Merenungi Hakikat Wabah Covid-19 dalam Tinjauan Syar’i

Miftah H. Yusufpati

Merenungi Hakikat Wabah Covid-19 dalam Tinjauan Syari

ILMUWAN Muslim asal Saudi Arabia, Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhailiy, mengingatkan hendaknya dalam menangani wabah corona menggunakan metode syar’i. Dia meyakini metode syar'i lebih mumpuni dibandingkan cara-cara duniawi.

"Metode-metode syar’i ini dapat dipastikan memiliki pengaruh besar dan manjur dalam mewujudkan keselamatan dari wabah corona dan yang semisalnya. Karena metode tersebut merujuk kepada wahyu yang tak mungkin dapat dimasuki oleh hal batil sama sekali," tutur Ibrahim dalam tulisan yang diterjemahkan Muhammad Sulhan Jauhari berjudul "Pedoman Syar’i Pelindung Diri Dari Wabah Corona". Tulisan ini dalam versi PDF telah beredar di kalangan terbatas di Jakarta, sejak beberapa hari lalu.

Profesor di Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah untuk bidang aqidah di Universitas Islam Madinah sejak 14 Rabiul Awal 1428 H ini, mengajak umat Islam untuk merenungi sejenak hakikat wabah ini dalam tinjauan syar’i, yang kemudian baru dikaji sebab-sebab dan pencegahannya.

Lantas, apakah sebenarnya hakikat wabah itu? Apa pula sebab kemunculannya dalam tinjauan syariat?

Baca Juga:
MUI Tegaskan Ibadah Idul Adha Tak Dilarang, Hanya Dialihkan
Ilmu Agama, Kunci Bahagia di Dunia dan Akhirat

Menurut Ibrahim, siapa yang menelaah dalil-dalil yang ada seputar permasalahan ini sungguh ia akan yakin betul bahwa wabah tersebut telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala (SWT) adanya banyak hikmah; karena sebab kufur-nya hamba, kerusakan yang diperbuat di muka bumi. Sebagai hukuman Allah untuk manusia, dan sebagai peringatan bagi mereka supaya mereka rujuk dan kembali kepada Allah SWT.

Allah Ta’ala berfiman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena sebab perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian (akibat) dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41)

Allah Ta’ala juga berfirman:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa pun yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari dosa-dosa kalian).” (QS. asy-Syuro: 30)

Sebagaimana Allah Ta’ala telah mengabarkan wabah-wabah semisal yang telah menimpa umat-umat terdahulu. Allah SWT berfirman:

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالسَّيِّئَةِ قَبْلَ الْحَسَنَةِ وَقَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمُ الْمَثُلَاتُ

"Mereka meminta kepadamu supaya disegerakan (datangnya) siksa, sebelum (mereka meminta) kebaikan, padahal telah terjadi bermacam-macam contoh siksa sebelum mereka" (QS. ar-Ra'du: 6)

Menurut ath-Thobari, al-matsulaat artinya berbagai hukuman yang telah menimpa umat-umat terdahulu. Di antara umat dahulu ada yang rupa mereka diubah menjadi kera dan yang lain diubah menjadi babi. Di antara mereka ada yang dibinasakan dengan gempa bumi. Yang lainnya lagi dengan dibenamkannya bumi.

Berbagai siksaan tersebut diistilahkan dengan al-matsulaat (mirip dan serupa), sebab antara hukuman yang ada dan hukuman yang akan ditimpakan lagi terdapat kemiripan dan keserupaan.

Di antara bentuk siksaan serupa dan mirip dengan wabah ini yang Allah telah timpakan kepada umat-umat terdahulu ialah, seperti hukuman Allah bagi bala tentara Fir’aun berupa belalang, kutu dan katak.

وَقَالُوا۟ مَهْمَا تَأْتِنَا بِهِۦ مِنْ ءَايَةٍ لِّتَسْحَرَنَا بِهَا فَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمُ ٱلطُّوفَانَ وَٱلْجَرَادَ وَٱلْقُمَّلَ وَٱلضَّفَادِعَ وَٱلدَّمَ ءَايَٰتٍ مُّفَصَّلَٰتٍ فَٱسْتَكْبَرُوا۟ وَكَانُوا۟ قَوْمًا مُّجْرِمِينَ

“Dan mereka berkata (kepada Musa), “Bukti apa pun yang engkau bawa kepada kami untuk menyihir kami, maka kami tidak akan beriman kepadamu.” Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS. al-A’raf: 132-133)

Di antara bentuk hukuman terdahulu yang mirip dengan wabah sekarang ini adalah tho’un. Bahkan sebagian ulama menganggap wabah-wabah yang mematikan masuk ke dalam kategori tho’un. Tho’un adalah wabah lama yang sudah makruf, berpotensi mematikan, yang Allah kirimkan kepada Bani Israil. Di dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Muslim, dari hadits Usamah bin Zaid radhiya Allahu ‘anhuma ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (SAW) bersabda, “Tho’un adalah siksaan atau azab yang dikirim kepada Bani Israil, atau kepada umat sebelum kalian. Maka apabila kalian mendengar keberadaannya di suatu negeri janganlah kalian memasukinya. Dan apabila ia terdapat di suatu negeri sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar untuk melarikan diri darinya.” -- Riwayat al-Bukhari (3473) dan Muslim (5825).

Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Sesungguhnya rasa sakit atau penyakit tersebut merupakan siksaan yang ditimpakan kepada sebagian umat sebelum kalian. Terkadang ia pergi, terkadang ia datang kembali. Siapa yang mendengarnya menimpa suatu negeri, maka janganlah sekali-kali ia mendatanginya. Dan apabila terdapat di suatu negeri sementara ia berada di sana, janganlah sekali-kali ia keluar untuk melarikan diri darinya.” --Riwayat Muslim (5830).

Dari hadits ini, menurut Ibrahim, jelaslah bahwa wabah merupakan hukuman yang ditakdirkan Allah, agar penduduk bumi kembali mengingat Allah. Dan agar mereka meninggalkan kekafiran, kezaliman, berbuat kerusakan dan tindakan melampaui batas yang telah merata di atas muka bumi akhir-akhir ini, seperti mendustakan Allah dan para Rasul-Nya, menjadikan agama sebagai bahan olok-olok, pembunuhan dan pengusiran kaum muslimin, serta tindakan perang terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam.
((mhy)

Penulis; Rachmat.M.Flimban

Sumber Artikel; kalam.sindonews.com