Haji Umroh
10 Ketentuan Badal Haji
Kita lihat sebagian orang terlalu bermudah-mudahan menghajikan orang lain,
alias membadalkan haji. Padahal tidak mudah begitu saja membadalkan haji, ada
ketentuan, syarat dan hukum yang mesti diperhatikan. Di antara ketentuan yang
ada, haji sudah kita ketahui bersama diperintahkan bagi yang mampu saja.
Sedangkan jika miskin, maka tidak diwajibkan untuk berhaji. Jika tidak
diwajibkan maka tentu tidak wajib dibadalkan.
Sebenarnya pembahasan ini sudah dibahas sebelumnya di sini. Namun pada
bahasan kali ini kami lebih konsentrasi membahas syarat dan ketentuan badal haji
tersebut. Di antara ketentuan yang perlu diperhatikan dalam badal haji adalah
sebagai berikut:
- Tidak sah badal haji dari orang yang mampu melakukan haji Islam dengan badannya.
- Badal haji hanya untuk orang sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, atau untuk orang yang tidak mampu secara fisik, atau untuk orang yang telah meninggal dunia.
- Membadalkan haji bukan untuk orang yang tidak mampu secara harta. Karena jika yang dibadalkan hajinya itu miskin (tidak mampu berhaji dilihat dari hartanya), maka gugur kewajiban haji untuknya. Membadalkan haji cuma untuk orang yang tidak mampu secara fisik saja.
- Tidak boleh seseorang membadalkan haji orang lain kecuali ia telah menunaikan haji yang wajib untuk dirinya. Jika ia belum berhaji untuk diri sendiri lantas ia menghajikan orang lain, maka hajinya akan jatuh pada dirinya sendiri.
- Wanita boleh membadalkan haji laki-laki, begitu pula sebaliknya.
- Tidak boleh seseorang membadalkan haji dua orang atau lebih dalam sekali haji.
- Tidak boleh bagi seorang pun membadalkan haji dengan maksud untuk cari harta. Seharusnya tujuannya membadalkan haji adalah untuk melakukan ibadah haji dan sampai ke tempat-tempat suci serta berbuat baik kepada saudaranya dengan melakukan badal haji untuknya.
- Pahala amalan haji apakah untuk yang membadalkan ataukah yang dibadalkan?
- Lebih afdhol, anak membadalkan haji kedua orang tuanya atau kerabat membadalkan haji kerabatnya. Namun jika orang lain selain kerabat yang membadalkan, juga boleh.
- Seharusnya betul-betul perhatian untuk memilih orang yang membadalkan haji yaitu carilah orang yang amanat dan memahami benar ibadah haji.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Tidak boleh menggantikan haji wajib dari seseorang
yang mampu melaksanakan haji dengan dirinya sendiri. Ini disepakati (ijma’) oleh
para ulama. Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa siapa yang punya
kewajiban menunaikan haji Islam dan ia mampu untuk berangkat haji, maka tidak
sah jika yang lain menghajikan dirinya.” (Al Mughni, 3: 185)
Komisi Fatwa di Saudi Arabia (Al Lajnah Ad Daimah) ditanya, “Bolehkah seorang
muslim menghajikan salah seorang kerabatnya di negeri Cina yang tidak mampu
pergi menunaikan haji yang wajib?”
Para ulama yang duduk di Lajnah Daimah menjawab, “Boleh bagi seorang muslim
menunaikan haji wajib untuk orang lain (badal haji) jika orang lain tersebut
tidak mampu menunaikan haji dengan dirinya sendiri dilihat dari umurnya yang
sudah tua, atau karena sakit yang tidak bisa diharapkan sembuhnya, atau karena
telah meninggal dunia. Bolehnya hal ini karena ada hadits shahih yang
menerangkannya. Namun jika orang yang dihajikan tidak mampu berhaji saat itu
saja semisal tertimpa penyakit yang bisa diharapkan sembuhnya, atau karena
keadaan politik dalam negeri, atau perjalanan yang tidak aman, maka tidak sah
membadalkan haji untuknya.” [Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdur Rozaq, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud. Fatawa Al Lajnah
11: 51]
Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Bolehkah seseorang mengumrohkan atau
menghajikan kerabatnya yang jauh dari Mekkah dan memang ia tidak punya apa-apa
untuk ke Mekkah, namun ia mampu untuk melakukan thowaf?”
Jawab para ulama di Lajnah, “Kerabat yang engkau sebut tidak wajib untuk
berhaji karena ia tidak mampu berhaji secara finansial (tidak punya kecukupan
harta). Sehingga tidak sah membadalkan haji atau umroh untuknya. Yang dianggap
sah adalah jika ia sebenarnya mampu untuk menunaikan haji atau umroh dengan
badannya, yaitu ia bisa hadir di tempat-tempat haji. Sehingga boleh menghajikan
mayit dan orang yang tidak mampu untuk berhaji secara fisik (tapi punya
kemampuan finansial, pen).” [Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdur Rozaq, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud. Fatawa Al Lajnah
11: 52]
Para ulama di Al Lajnah Ad Daimah berkata, “Tidak boleh seseorang menghajikan
orang lain sebelum ia berhaji untuk dirinya sendiri. Dalil dari hal ini adalah
riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mendengar seseorang berkata, “Labbaik ‘an Syabromah [Aku
memenuhi panggilan-Mu, dan ini haji dari Syabromah]”. Lalu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau sudah berhaji untuk dirimu sendiri?”
“Tidak”, jawabnya. Lantas beliau bersabda, “Berhajilah untuk dirimu terlebih
dahulu, baru engkau menghajikan Syabromah.” [Yang menandatangani fatwa ini
adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan. Fatawa Al
Lajnah 11: 50]
Para ulama Lajnah berkata, “Membadalkan haji itu dibolehkan jika orang yang
membadalkan telah berhaji untuk dirinya sendiri. Begitu pula jika seseorang
menyuruh wanita untuk membadalkan haji ibunya, itu boleh. Sama halnya pula jika
seorang wanita membadalkan haji untuk wanita atau pria, itu pun boleh.
Sebagaimana adanya dalil shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang menunjukkan hal ini.” [Fatwa Al Lajnah 11: 52]
Para ulama yang duduk di Lajnah berkata, “Tidak boleh seseorang dalam sekali
haji membadalkan haji untuk dua orang sekaligus, badal haji hanya boleh untuk
satu orang, begitu pula umrah. Akan tetapi seandainya seseorang berhaji untuk
orang dan berumrah untuk yang lainnya lagi dalam satu tahun, maka itu sah
asalkan ia sudah pernah berhaji atau berumrah untuk dirinya sendiri.” [Yang
menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdullah
bin Ghudayan, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud. Fatawa Al Lajnah 11: 58]
Catatan: Demikianlah banyak di antara warga kita yang tertipu di Mekkah.
Perlu diketahui bahwa badal haji yang saat ini dilakukan sebagian warga kita di
Mekkah kadang cuma dijadikan bisnis. Buktinya (dan banyak yang menceritakan hal
ini), ada yang membadalkan haji untuk 10 orang sekaligus dalam sekali haji.
Bagaimana mungkin hal ini dibenarkan?! Jadi jangan sampai tertipu dengan
sindikat para penipu dalam ibadah badal haji.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, ”Badal haji dengan tujuan
hanya ingin cari harta, maka Syaikhul Islam rahimahullah menyatakan bahwa barang
siapa berhaji dan cuma ingin cari makan, maka di akhirat ia tidak akan mendapat
bagian sedikit pun. Namun barangsiapa yang niatannya memang ingin berhaji, maka
tidaklah mengapa. Jadi barangsiapa melakukan badal haji untuk orang lain, maka
niatan ia seharusnya adalah untuk menolong dan untuk memenuhi hajat saudaranya.
Karena yang dibadalkan adalah orang yang butuh. Tentu ia senang jika ada orang
lain menggantikan dirinya. Maka niatannya adalah berbuat baik untuk menunaikan
hajat saudaranya dan dengan niatan yang baik pula.” [Liqo’ Al Bab Al Maftuh,
kaset no. 89, pertanyaan 6]
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Pahala badal haji jika
berkaitan dengan kegiatan manasik, maka semuanya akan kembali pada orang yang
diwakilkan (orang yang dibadalkan). Adapun untuk berlipatnya pahala dari sisi
shalat, thowaf yang sunnah yang tidak berkaitan dengan amalan manasik haji,
begitu pula dengan bacaan Al Qur’an akan kembali pada yang menghajikan (orang
yang membadalkan).” [Adh Dhiyaa’ Al Laami’ min Khitob Al Jawaami’, 2: 478]
Namun Ibnu Hazm rahimahullah berkata dari Daud, ia berkata, “Aku berkata pada
Sa’id bin Al Musayyib: Wahai Abu Muhammad, pahala badal haji untuk orang yang
menghajikan ataukah yang dibadalkan? Jawab beliau, Allah Ta’ala bisa memberikan
kepada mereka berdua sekaligus.”
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya mengenai apakah si anak
membadalkan haji ortunya sendiri ataukah menyewa orang lain untuk
menghajikannya. Beliau menjawab, “Jika engkau menghajikan orang tuamu dengan
dirimu sendiri, lalu engkau bersungguh-sungguh menyempurnakan hajimu tersebut,
maka itu lebih baik. Namun jika engkau mempekerjakan orang lain untuk
menghajikan orang tuamu di mana orang yang menghajikan punya agama yang bagus
dan amanah, maka tidak mengapa.” [Fatwa Syaikh Ibnu Baz, 16: 408]
Para ulama Al Lajnah Ad Daimah berkata, “Seharusnya bagi orang yang ingin
mencari siapa yang ingin membadalkan haji, hendaklah ia memilih yang bagus
agamanya dan amanah sehingga ia merasa tenang ketika ibadah wajib tersebut
ditunaikan oleh orang lain.” [Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 11: 53][1]
Semoga mendapat ilmu yang bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Baca Juga ;Adakah dalil untuk badal umrah?
Diselesaikan 28/11/1433 H, di Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA
Sumber Artikel Rumaysho.com
[1] Sumber-sumber fatwa di atas: http://www.islamqa.info/ar/ref/111794.
Selengkapnya mengenai ketentuan badal haji dapat dilihat dari link tersebut,
telah dikumpulkan dengan sangat baik oleh Syaikh Sholeh Al Munajjid, semoga
Allah menjaga dan memberkahi umur beliau.
Tags badal haji
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc Follow on
Menukil Sumber; rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung di blog kami ini, semoga bermanfaat, dan tinggalkan pesan dan saran dari anda.di kolom tersedia di bawah ini. Terimakasih.Jazakumullah khairan.