Tampilkan postingan dengan label akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akhlaq. Tampilkan semua postingan

04 Januari, 2022

TABAYYUN DALAM MENERIMA BERITA

TABAYYUN DALAM MENERIMA BERITA

Pembaca yang berbahagia, saat ini sangat mudah berita hoax tersebar dan membuat resah masyarakat. Mungkin bertanya-tanya kenapa berita palsu bisa cepat menyebar di kalangan masyarakat. Bahkan dengan mudahnya masyarakat percaya dengan berita palsu tersebut. Di era media sosial ini, orang-orang semakin mudah mendapatkan informasi sekaligus mudah untuk menyebarkannya. Sudah tidak asing lagi yang namanya Facebook, Twitter, Whatssap, Line, Youtube. Dari semua media tersebut biasanya terdapat fasilitas untuk “membagikan” atau “meneruskan” informasi yang didapat. Paling tidak membagikan link website. Sehingga hanya dengan modal jempol untuk mengklik “membagikan” atau “meneruskan”, seseorang sudah bisa menjadi kurir informasi.

Sebuah pengalaman pernah terjadi kepada dua orang, sebut saja si A dan si B. Si A mengambil informasi di hp lewat screen shoot. Foto screen shoot yang diambil dijadikan story di WA. Si B yang melihat story tersebut merasa ada yang janggal dengan informasi yang di dapat si A. Si B kemudian menanyakan si A mengenai kebenaran informasi tersebut. Setelah ditanyakan, ternyata si A sebenarnya tidak tahu menahu mengenai informasi yang didapatkannya. Dia hanya merasa bahwa informasi tersebut benar, ditambah lagi si A tidak bisa memberi fakta dan data yang mendukung informasi.

Dari cerita tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sebelum menyebarkan berita atau informasi, kita harus menelusurinya dengan teliti. Beritanya darimana, penulisnya siapa, kapan terjadinya, apakah sesuai dengan kejadian sesungguhnya atau tidak, bahkan bila perlu membandingkan sumber berita satu dengan yang lain. Hal ini agar mengetahui berita mana yang benar dan berita mana yang salah. Karena kebenaran itu mahal harganya.

Alasan pentingnya tabayyun dalam menerima berita adalah untuk menghindari dari kegiatan yang asal membagikan berita palsu. Berita palsu merugikan masyarakat. Masyarakat menjadi was-was ketika ada berita yang menakutkan, padahal belum terbukti kebenarannya. Terkadang orang lebih ingin mempercayai berita palsu daripada mencari fakta-fakta kebenarannya. Bisa saja berita palsu dibuat hanya karena ingin menghancurkan wibawa seseorang atau ingin usaha seseorang gagal.

Banyaknya berita hoax yang menyebar di berbagai media tidak lepas dari peran dari pembuat berita palsu yang terorganisir. Hal seperti ini harus diperhatikan oleh masyarakat agar tidak salah memahami. Tidak jarang ujaran kebencian menjadi sebuah tren dalam membuat berita hoax. Ujaran kebencian yang telah menyebar di masyarakat menjadi motivasi adu domba. Karena seringkali, ujaran kebencian dikaitkan dengan persoalan SARA, sehingga mudah terbawa emosi. Yang awalnya tidak ada perselisihan akhirnya terjadi perselisihan.

Di akhirat kelak, pertanggung jawaban yang diminta oleh Allah tidak hanya kepada pembuat berita saja, namun juga siapa yang menyebarkannya. Allah lberfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu, bahkan itu adalah membaikkan. Setiap orang akan mendapat hukuman dari sebab dosa yang dibuatnya itu. Dan siapa yang mengambil bagian terbesar akan mendapat siksaan yang besar pula” (Q.S An-Nur [24] : 11)

Allah lberfirman, “Mengapa setelah mendengar berita-berita bohong itu orang-orang yang beriman, baik laki-laki ataupun perempuan, tidak meletakkan sangka yang baik terhadap dirinya, mengapa tidak mereka katakan bahwa berita ini adalah bohong belaka?” (Q.S An-Nur [24] : 12)

Allah lberfirman, “Ketika kamu sambut berita itu dari lidah ke lidah, kamu katakan dengan mulutmu perkara yang sama sekali tidak kamu ketahui, kamu sangka bahwa cakap-cakap demikian perkara kecil saja. Padahal dia adalah perkara besar pada pandangan Allah” (Q.S An-Nur [24] : 15)

Berita Bohong Pada Masa Rasulullah

Kisah berita hoax pada zaman Rasulullah pernah terjadi. Saat itu yang menjadi korban tuduhan berita palsu adalah istri Rasulullah `, yaitu Aisyah i. Berawal dari Aisyah i terpilih sebagai istri yang pergi bersama Rasulullah `. Karena bila Rasulullah ` akan keluar, dia akan mengundi di antara istri-istrinya.

Ketika hendak tiba ke Madinah, Rasulullah ` memberi aba-aba untuk berangkat. Aisyah i kehilangan kalungnya dari merjan zhiffar. Dia kemudian mencari kalung tersebut. Singkat cerita Aisyah i tertinggal dari rombongannya. Rombongan yang bersamanya beranggapan bahwa istri Rasulullah tersebut telah berada dalam sekedup (atap dan dinding yang ditutupi oleh kain) unta.

Aisyah ` kemudian kembali ke tempat semula dan melihat rombongannya sudah pergi. Dia kemudian duduk dan termenung sendirian. Aisyah i kemudian ditemukan oleh Shafwan Ibnu Al Mu’aththil As-Sullami yang tertinggal di belakang para rombongan tentara dan berjalan semalaman. Aisyah i kemudian naik unta yang dibawa oleh Shafwan. Sementara Shafwan menuntun unta.

Sampai di Madinah, Aisyah i sakit selama satu bulan sehingga tidak keluar rumah. Sementara orang-orang menyebarkan berita bohong. Berita bohong antara lain seperti Aisyah telah berdua-duaan dengan Shafwan. Bahkan mereka dikabarkan berencana mengkhianati Rasulullah `. Berita tersebut telah menjadi rahasia umum di masyarakat (Hamka, 1976). Orang yang dibalikpenyebaran berita bohong tersebut adalah Abdullah bin Ubay.

Sama seperti masa sekarang, pada masa Rasulullah, orang-orang tidak melakukan penyelidikan maupun menggunakan akal untuk mempertimbangkan berita yang dituduhkan kepada Aisyah i.
Aisyah i selama dilanda sakit, dia tidak mengetahui tentang berita yang telah dibicarakan oleh masyarakat. Setelah keluar rumah karena ada kepentingan, barulah Aisyah radiyallahu ‘anha i mengetahui kabar tersebut dari Ummu Misthah. Mendengar kabar tersebut, Aisyah i menangis. Kemudian dia bercerita kepada orang tuanya.
Rasulullah ` kemudian menghampiri Aisyah i. Akhirnya turun ayat surat An-Nur mengenai tuduhan terhadap Aisyah i. Setelah turun wahyu, Rasulullah ` menjadi tahu bahwa berita tersebut adalah bohong. Kemudian Rasulullah ` menyampaikan wahyu tersebut kepada masyarakat. Pembaca yang dirahamti Allah bisa membaca cerita selengkapnya di Tafsir Al-Azhar karya Hamka, Juz 18 surat An-Nur ayat 11-18.
Solusinya Adalah Rajin Membaca
Agar kita sebagai masyarakat tidak tertipu oleh berita hoax adalah dengan rajin membaca. Dengan membaca, wawasan menjadi luas dan mendalam. Membaca juga dapat membantu menganalisis berita yang tersebar sehingga tidak asal mempercayainya mentah-mentah dan tidak asal menyebarkan. Karena masih banyak orang yang salah memahami hanya lantaran membaca judul saja. Maka dari itu penting untuk meningkatkan aktivitas membaca sehingga bisa menyimpulkan dengan baik terhadap informasi yang diterima.
Untuk menanggapi berita yang tersebar dengan cepat di berbagai media. Hal yang harus dilakukan adalah dengan membaca berita dengan teliti. Tidak hanya setengah-setengah, namun dibaca dari awal sampai habis. Mencari fakta atau data yang bisa mendukung berita. Memperhatikan kata-kata dengan seksama, sehingga jika ada kata-kata yang janggal maka bisa diteliti lebih mendalam.
Selanjutnya dalam menanggapi berita adalah dengan mengenal media yang memberikan informasi. Bisa jadi media yang memberi informasi mempunyai sifat keberpihakan maupun netral. Keberpihakan yang dimaksud adalah lebih condong kepada salah satu pandangan saja. Tidak jarang media mempunyai idealisme tersendiri. Berhati-hatilah dalam menyaring informasi yang disebar lewat media sosial karena bisa saja sumber tidak jelas. Di sms maupun WA, untuk menguatkan informasi bisa saja menggunakan nama profesor tertentu. Padahal nama yang tertera bisa saja hanya dibuat-buat atau ada orang yang memaparkan nama tertentu yang sebetulnya tidak pernah memberikan pernyataan.
Kemudian untuk meneliti berita yang lebih mendalam adalah dengan melakukan perbandingan berita antara media satu dengan media lainnya. Bisa jadi ada beberapa hal yang berbeda di media lain. Cara-cara tersebut dapat membantu pembaca dalam menerima berita sehingga nantinya tidak asal menyebar berita.
Apabila mendengar berita dari mulut ke mulut maka harus dilakukan tabayyun. Jangan sampai hanya mendengar gosip, kemudian langsung percaya saja. Melainkan perlu bukti yang nyata.Diteliti terlebih dahulu agar nantinya tidak menyakiti hati seseorang. Dengan belajar dari kisah Aisyah i dapat diambil hikmahnya bahwa akal sehat harus digunakan dengan sebaik-baiknya.
Semoga dengan tulisan ini, Pembaca semakin bijak dalam menanggapi berita. Karena berita bohong mudah dibuat dan mudah disebar. Apalagi di masa sekarang terdapat teknologi yang canggih seperti gadget yang membuat berita menyebar semakin cepat. Jika tidak berhati-hati dalam menelusuri berita dan ikut menyebarkan berita tanpa mengetahui fakta yang sesungguhnya, maka pertanggung jawabannya akan dimintai oleh Allah.
Muhammad Nafiuddin Fadly
Mahasiswa Hubungan Internasional
Mutiara Hikmah
Dari Abu Hurairah a dari Nabi ` bersabda,
“Ketika Allah menciptakan makhluk, Dia mencatat di dalam Kitab-Nya -Dia mencatat atas diri-Nya, dan Dia letakkan di sisi-Nya di atas Arsy-. Sesungguhnya Rahmat-Ku mengalahkan Murka-Ku.” (HR. Al-Bukhari No.7404)
Sumber Artikel; dppai.uii.ac.id
Penulis ; Rachmat.M.Ma, Flimban

Tabayun merupakan akhlak karimah dalam merawat keharmonisan dalam bersosial. Allah swt bahkan memerintahkan umat muslim agar selalu bertabayun. ... Dalam Surah Al-Hujurat Ayat 6, Allah swt pun memerintahkan orang-orang beriman untuk bertabayun jika mendapati sebuah informasi untuk menghindari penyesalan.16 Mar 2018

23 Desember, 2021

Islam Melarang Umatnya Menghina Agama Lain

AKHLAK, MUAMALAH

Tekan Tombol Buka Baca Selengkapnya.

Islam Melarang Umatnya Menghina Agama Lain

ISLAM melarang umatny menghina, mengolok-olok, mencela, menista, atau mencaci-maki agama lain selain Islam. Ini bagian dari toleransi dalam Islam .

Larangan mengina agama lain disebutkan dalam Al-Quran.

وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٠٨)

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikian Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka…" (QS. al-An’am: 108).

Menurut Tafsir Qur'an Kemenag, sebab turunnya ayat tersebut adalah dahulu ada seorang muslim yang menghina sesembahan kaum musyrik (berhala). Lalu Allah menurunkan ayat ini.

"Mulanya, sambil menyebarkan Islam, beberapa sabahat Nabi SAW menghina sesembahan kaum musyrik. Merasa terganggu dengan tindakan tersebut, mereka mengancam akan berbalik memaki Allah. Ayat ini lalu turun untuk melarang cara berdakwah yang demikian," demikian penjelasan asbabun nuzul Surat Al An'am ayat 108.

Laranan memaki agama lain diturunkan karena makian akan berbuah makian pula. Ayat tersebut menjelaskan, "karena mereka nanti akan memaki Allah".

Ibnul Qoyyim dalam I’lamul Muwaaqi’in menjelaskan ayat di atas:

“Allah melarang kita mencela tuhan-tuhan orang musyrik dengan pencelaan yang keras atau sampai merendah-rendahkan (secara terang-terangan) karena hal ini akan membuat mereka akan membalas dengan mencela Allah. Tentu termasuk maslahat besar bila kita tidak mencela tuhan orang kafir agar tidak berdampak celaan bagi Allah (sesembahan kita). Jadi hal ini adalah peringatan tegas agar tidak berbuat seperti itu, supaya tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih parah.”

Tafsir Ibnu Katsir

Berikut ini ringkasan tafsir Ibnu Katsir tentang QS. al-An’aam: 108 yang berisi larangan umat Islam menghina agama lain.

Allah berfirman, melarang terhadap Rasul-Nya, Muhammad saw, dan orang-orang yang beriman dari mencaci ilah-ilah kaum musyrikin, meskipun cacian itu mengandung kemaslahatan, namun hal itu menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada kemaslahatan itu sendiri, yaitu balasan orang-orang musyrik dengan cacian terhadap Ilah orang-orang mukmin, padahal Allah adalah “Rabb, yang tiada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Dia.”

Sebagaimana yang dikatakan `Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu `Abbas, mengenai ayat ini, “Orang-orang musyrik itu berkata:

`Hai Muhammad, engkau hentikan makianmu itu terhadap ilah-ilah kami, atau kami akan mencaci-maki Rabbmu.’ Lalu Allah melarang Rasulullah dan orang-orang mukmin mencaci patung-patung mereka; fa yasubbullaaHa ‘adwam bighairi ‘ilmi (“Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui baias tanpa pengetahuan.”)

Abdurrazzaq mengatakan dari Ma’mar, dari Qatadah: “Dahulu kaum muslimin mencaci berhala-berhala orang-orang kafir, lalu orang-orang kafir mencaci maki Allah Ta’ala secara berlebihan dan tanpa didasari dengan ilmu pengetahuan, lalu Allah menurunkan:

Laa tasubbulladziina yad’uuna min duunillaahi (“Dan janganlah kamu memaki ilah-ilah yang mereka ibadahi selain Allah.”)

fa yasubbullaaHa ‘adwam bighairi ‘ilmi (“Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui baias tanpa pengetahuan.”) Hal ini menunjukkan bahwa meninggalkan kemaslahatan untuk menghindari kerusakan yang lebih parah adalah lebih diutamakan.

Hal itu didasarkan pada hadits shahih bahwasanya Rasulullah saw. bersabda:

“Dilaknat orang yang mencaci-maki orang tuanya.” Para Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana seseorang mencaci-maki orang tuanya?”

Beliau saw. menjawab: “Ia mencaci ayah seseorang, maka orang itu pun mencaci ayahnya. Ia mencaci ibu seseorang, maka orang itu pun mencaci ibunya (atau sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah saw).”

Firman-Nya: kadzaalika zayyannaa likulli ummatin ‘amalaHum (“Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap balk pekerjaan mereka.”) Maksudnya, sebagaimana kami telah hiasi bagi orang-orang itu cinta kepada berhala-berhala mereka, fanatik terhadapnya, serta mendukungnya. Demikian pula Kami hiasi setiap umat dari umat-umat yang sesat amal perbuatan mereka yang mereka kerjakan.

Allah mempunyai hujjah yang kuat dan hikmah yang sempurna atas semua yang dikehendaki dan dipilih-Nya.

Tsumma ilaa rabbiHim marji’uHum (“Kemudian kepada Rabb merekalah kembali mereka.”) Yaitu tempat kembali mereka. Fa yunabbi-uHum bimaa kaanuu ya’maluun (“Lalu Allah memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”) Maksudnya, mereka akan diberikan balasan sesuai dengan amal perbuatan mereka tersebut, jika baik maka kebaikan pula balasannya, dan jika buruk, maka keburukan pula balasannya.

Toleransi Islam

Islam merupakan agama toleran. Sikap muslim terhadap kaum kafir (nonmuslim) sangat jelas: “Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS Al-Kafirun: 6).

Manfaat tolerasi dalam Islam adalah terhindar dari permusuhan dan perpecahan, mewujudkan hidup damai dan tenang, meningkatkan kualitas iman, dan mencerminkan kemuliaan agama yang dianut.

Dalam berdakwah, Islam memberikan panduan:

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125).

Prinsip Nabi Saw dalam berdakwah adalah dengan lemah lembut dengan madh’u (orang yang didakwahi) walau mereka orang kafir.

Ibnul ‘Arobi pernah berbicara tentang ayat berikut ini, Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik” (QS. Al ‘Ankabut: 46).

Demikianlah ulasan mengapa Islam melarang umatnya menghina Tuhan agama lain. Selain untuk menjaga kemuliaan Allah SWT, pelarangan ini juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan yang besar antar umat beragama. Wallahu a'lam bish-shawab. (www.risalahislam.com).*

Di Salin dari ;Sumber Artikel; umma.id
Penulis; Rachmat.Flimban; 23/12/2021

08 Desember, 2021

JANGANLAH BERBUAT ZALIM!

AKHLAQ DAN NASEHAT

JANGANLAH BERBUAT ZALIM!

Islam adalah agama yang penu keadilan dan jauh dari kezaliman.

Oleh karena itu Islam juga memerintahkan untuk berbuat adil dan melarang berbuat zalim

Daftar Isi

.

1. Makna Zalim

2. Larangan Berbuat Zalim

3. Akibat perbuatan Zalim

3.1

Akan di qishash pada hari kiamat

3.2

Mendapatkan laknat dari Allah

3.3

Mendapatkan kegelapan di hari kiamat

3.4

Terancam oleh doa orang yang dizhalami

 

3.5 Jauh dari hidayah Allah

 

3.6 Dijahkan dari Al Falah

 

3.7 Kezaliman adalah sebab bencana dan petaka

4. Jenis-Jenis Perbuatan Zalim

 

4.1Kezaliman terhadap hak Allah

 

4.2 Kezaliman terhadap hak hamba

 

4.2.1 Kezaliman terhadap jiwa

 

4.2.2 Kezaliman terhadap jiwa

 

4.2.3 Kezaliman terhadap kehormatan

5. Syirk Adalah Kezaliman Terbesar

6. Refferensi

Makna Zalim

Secara bahasa, Zalim atau azh zhulmu artinya meletsksn sesuatu bukan pada tempatnya.

Disebutkan dalam Lisaanul Arab

الظُّلْمُ: وَضْع الشيء في غير موضِعه

“Azh zhulmu artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya”

Secara istilah, zalim artinya melakukan sesuatu yang keluar dari koridor kebenaran, baik karena kurang atau melebih batas. Al Asfahani mengatakan:

هو: (وضع الشيء في غير موضعه المختص به؛ إمَّا بنقصان أو بزيادة؛ وإما بعدول عن وقته أو مكانه)

“Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada posisinya yang tepat baginya, baik karena kurang maupun karena adanya tambahan, baik karena tidak sesuai dari segi waktunya ataupun dari segi tempatnya” (Mufradat Allafzhil Qur’an Al Asfahani 537, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

Zalim juga diartikan sebagai perbuatan menggunakan milik orang lain tanpa hak. Al Jurjani mengatakan:

هو عبارة عن التعدِّي عن الحق إلى الباطل وهو الجور. وقيل: هو التصرُّف في ملك الغير، ومجاوزة الحد)

“Zalim artinya melewati koridor kebenaran hingga masuk pada kebatilan, dan ia adalah maksiat. Disebut oleh sebagian ahli bahasa bahwa zalim adalah menggunakan milik orang lain, dan melebihi batas” (At Ta’rifat, 186, dinukil dari Mausu’ah Akhlaq Durarus Saniyyah).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin memiliki penjelasan yang bagus dalam memaknai zalim. Beliau mengatakan:

واعلم أن الظلم هو النقص، قال الله تعالى (كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئاً) (الكهف: ٣٣) ، يعني لم تنقص منه شيئاً، والنقص إما أن يكون بالتجرؤ على ما لا يجوز للإنسان، وإما بالتفريط فيما يجب عليه. وحينئذٍ يدور الظلم على هذين الأمرين، إما ترك واجب، وإما فعل محرم

“Ketahuilah bahwa zalim itu adalah an naqsh (bersikap kurang). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ‘Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan kebun itu lam tazhlim (tidak kurang) buahnya sedikitpun‘. Maksudnya tidak kurang buahnya sedikit pun. Bersikap kurang itu bisa jadi berupa melakukan hal yang tidak diperbolehkan bagi seseorang, atau melalaikan apa yang diwajibkan baginya. Oleh karena itu zalim berporos pada dua hal ini, baik berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram” (Syarah Riyadush Shalihin, 2/486).

Oleh karena itu, jika dikatakan “Amr menzalimi Zaid”, artinya Amr melakukan hal yang tidak diperbolehkan terhadap Zaid atau Amr meninggalkan apa yang wajib ia lakukan terhadap Zaid.

Lawan dari zalim atau azh zhulmu adalah adil atau al ‘adl. Maka adil artinya menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya dan berada dalam koridor kebenaran.

Baca Juga: Petunjuk Nabi dalam Menyikapi Penguasa Muslim yang Dzalim

Larangan Berbuat Zalim

Perbuatan zalim terlarang dalam Islam. Terdapat banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang mencela dan melarang perbuatan zalim.

Allah Ta’ala berfirman:

أَلاَ لَعْنَةُ اللّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud: 18).

وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ

“Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS. Hud: 102).

نَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّتِي كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ

“Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: “Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu”” (QS. Saba: 40).

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ

“Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya” (QS. Ghafir: 18).

إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan” (QS. Al An’am: 21).

Dan ayat-ayat yang semisal sangatlah banyak. Adapun dalil-dalil dari As Sunnah, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

قال الله تبارك وتعالى: يا عبادي، إني حرمت الظلم على نفسي، وجعلته بينكم محرمًا؛ فلا تظالموا

“Allah Tabaaraka wa ta’ala berfirman: ‘wahai hambaku, sesungguhnya aku haramkan kezaliman atas Diriku, dan aku haramkan juga kezaliman bagi kalian, maka janganlah saling berbuat zalim’” (HR. Muslim no. 2577).

Beliau juga bersabda:

اتَّقوا الظُّلمَ . فإنَّ الظُّلمَ ظلماتٌ يومَ القيامةِ

“jauhilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

Beliau juga bersabda:

المسلم أخو المسلم، لا يظلمه، ولا يسلمه

“Seorang Muslim itu adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya dan tidak boleh menelantarkannya” (HR. Muslim no. 2564).

Dan dalil-dalil yang mencela dan melarang perbuatan zalam datang dalam bentuk muthlaq, sehingga perbuatan zalim dalam bentuk apapun dan kepada siapa pun terlarang hukumnya. Bahkan kepada orang kafir dan kepada binatang sekalipun, tidak diperkenankan berbuat zalim. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَوْ غُفِرَ لَكُمْ مَا تَأْتُونَ إِلَى الْبَهَائِمِ , لَغُفِرَ لَكُمْ كَثِيرًا

“Andaikan perbuatan yang kalian lakukan terhadap binatang itu diampuni, maka ketika itu diampuni banyak dosa” (HR. Ahmad 6/441, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2/41-42).

Al Albani setelah menjelaskan derajat hadits ini beliau mengatakan, “maknanya larangan dan peringatan terhadap perbuatan zalim pada hewan. Jadi, andaikan si pemilik binatang yang tidak memiliki kasih sayang terhadap binatangnya itu dimaafkan, maka ketika itu sungguh telah diampuni dosa yang banyak” (Silsilah Ahadits Shahihah, 2/41-42).

Jelas sudah bahwa Allah dan Rasul-Nya melarang kezaliman dalam bentuk apapun. Dan wajib untuk berbuat adil dalam segala sesuatu, Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa” (QS. Al Maidah: 8).

Baca Juga: Hukum Menghina atau Memanggil Orang Lain dengan Nama Binatang

Akibat Perbuatan Zalim

Perbuatan zalim menyebabkan pelakunya mendapat keburukan di dunia dan di akhirat. Diantaranya:

  1. Akan di-qishash pada hari kiamat

    Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya:

    أتدرون ما المفلِسُ ؟ قالوا : المفلِسُ فينا من لا درهمَ له ولا متاعَ . فقال : إنَّ المفلسَ من أمَّتي ، يأتي يومَ القيامةِ بصلاةٍ وصيامٍ وزكاةٍ ، ويأتي قد شتم هذا ، وقذف هذا ، وأكل مالَ هذا ، وسفك دمَ هذا ، وضرب هذا . فيُعطَى هذا من حسناتِه وهذا من حسناتِه . فإن فَنِيَتْ حسناتُه ، قبل أن يقضيَ ما عليه ، أخذ من خطاياهم فطُرِحت عليه . ثمَّ طُرِح في النَّارِ

    “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda”. Nabi bersabda, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim no. 2581).

    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

    “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449)

    Baca Juga: Mencuri Adalah Sebuah Kezaliman

  2. Mendapatkan laknat dari Allah
  3. Allah Ta’ala berfirman:

    يَوْمَ لا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

    “(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk” (QS. Ghafir: 52).

    Laknat dari Allah artinya dijauhkan dari rahmat Allah.

  4. Mendapatkan kegelapan di hari kiamat
  5. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ

    “Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).

  6. Terancam oleh doa orang yang dizhalimi
  7. Doa orang yang terzalimi dikabulkan oleh Allah, termasuk jika orang yang terzalimi mendoakan keburukan bagi yang menzaliminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

    “Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari no.1496, Muslim no.19).

    Baca Juga: Kebodohan Kita terhadap Bahaya Syirik

  8. Jauh dari hidayah Allah
  9. Allah Ta’ala berfirman:

    إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

    “Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah: 51).

  10. Dijauhkan dari Al Falah
  11. Allah Ta’ala berfirman:

    إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ

    “Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan mendapatkan al falah” (QS. Al An’am: 21).

    Al falah artinya mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat

  12. Kezaliman adalah sebab bencana dan petaka
  13. Allah Ta’ala berfirman:

    فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ

    “Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi” (QS. Al Hajj: 45).

    Baca Juga: Adab-Adab Dalam Memberikan Nasehat

    Jenis-Jenis Perbuatan Zalim

    Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Zalim ada dua macam: pertama, kezaliman terkait dengan hak Allah ‘Azza wa Jalla, kedua, kezaliman terkait dengan hak hamba.

    Kezaliman terhadap hak Allah

    Kezaliman yang terbesar yang terkait dengan hak Allah adalah kesyirikan. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: ‘dosa apa yang paling besar?’, beliau menjawab:

    أن تجعل لله نداً وهو خلقك

    ‘Engkau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu’ (HR. Bukhari no. 4477, Muslim no. 86).

    lalu tingkatan setelahnya adalah kezaliman berupa dosa-dosa besar, kemudian setelahnya adalah dosa-dosa kecil.

    Kezaliman terhadap hak hamba

    Adapun kezaliman yang terkait hak hamba, berporos pada tiga hal, yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam khutbahnya ketika haji Wada’, beliau bersabda:

    إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم، كحرمة يومكم هذا، في شهركم هذا، في بلدكم هذا

    ‘Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian, semuanya haram atas sesama kalian. Sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini, di tanah kalian ini’ (HR. Bukhari no. 67, Muslim no. 1679).

    Kezaliman terhadap jiwa

    Kezaliman terhadap jiwa seseorang itulah yang dimaksud kezaliman dalam darah, yaitu seseorang berbuat melebihi batas kepada sesama Muslim dengan menumpahkan darahnya, melukainya, atau semisal itu.

    Kezaliman terhadap harta

    Kezaliman terhadap harta yaitu seseorang berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dalam masalah harta, baik berupa enggan mengeluarkan yang wajib ia keluarkan, atau dengan melakukan hal yang haram dalam masalah harta, atau berupa meninggalkan hal wajib ia lakukan, atau juga berupa melakukan sesuatu yang diharamkan terhadap harta orang lain.

    Kezaliman terhadap kehormatan

    Adapun kezaliman terhadap kehormatan orang lain itu mencakup berbuat melebihi batas terhadap sesama Muslim dengan melakukan zina, atau liwath (sodomi), qodzaf, dan semisalnya. Semua jenis kezaliman ini haram hukumnya” (Syarah Riyadus Shalihin, 2/485).

    Dan barangsiapa yang melakukan dua jenis kezaliman di atas, baik zalim terhadap hak Allah maupun zalim terhadap hak hamba, maka ia telah melakukan kezaliman kepada dirinya sendiri. Karena ia adalah makhluk yang dicipta untuk beribadah kepada-Nya, dengan menaati segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Maka dengan melanggar hal itu, ia tepat menempatkan dirinya pada tempat yang tidak sesuai dan inilah kezaliman. Oleh karena itu Allah Ta’ala menyebutkan hamba-Nya yang bermaksiat dengan “menzalimi dirinya sendiri”,

    مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ

    “di antara hamba Kami ada yang menzalimi dirinya sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang berlomba berbuat kebaikan” (QS. Fathir: 32).

    As Sa’di mengatakan: “ada yang menzalimi dirinya, yaitu dengan maksiat” (Taisir Karimirrahman).

    Baca Juga: Hati Siapakah yang Marah ketika Melihat Kesyirikan?

    Syirik Adalah Kezaliman Terbesar

    Ketahuilah bahwa kezaliman terbesar itu bukanlah kezaliman dari penguasa, bukan kezaliman dari diktator yang keji, bukan kezaliman dari kaum kapitalis, namun kezaliman terbesar di dunia ini adalah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, atau perbuatan syirik. Kezaliman mana lagi yang lebih besar dari menyekutukan Rabb yang telah menciptakan kita, memberi segala nikmat dan keselamatan selama ini? Oleh karena itu ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya: ‘dosa apa yang paling besar’, beliau menjawab:

    أن تجعل لله نداً وهو خلقك

    ‘Engkau menjadikan sesuatu sebagai sekutu bagi Allah, padahal Allah yang menciptakanmu’

    Allah Ta’ala berfirman:

    إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

    “Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang terbesar” (QS. Luqman: 13).

    As Sa’di menjelaskan ayat ini, “alasan mengapa syirik adalah kezaliman tersbesar adalah, bahwasanya tidak ada yang lebih parah dan lebih buruk dari orang yang menyetarakan makhluk yang terbuat dari tanah dengan Sang Pemilik semua makhluk, menyetarakan makhluk yang tidak memiliki sesuatu apapun dengan Dzat yang memiliki semuanya, menyetarakan makhluk yang serba kurang dan fakir dari segala sisinya dengan Rabb yang sempurna dan Maha Kaya dari segala sisinya, menyetarakan makhluk yang tidak bisa memberikan satu nikmat pun dengan Dzat yang memberikan semua nikmat dalam agamanya, dunianya dan akhiratnya. Padahal hati orang tersebut beserta raganya, adalah dari Allah. Dan tidaklah keburukan tercegah darinya, kecuali karena Allah. Maka adakah kezaliman yang lebih besar dari ini?” (Taisir Karimirrahman).>

    Maka saudaraku, jauhilah perbuatan syirik! jauhilah semua bentuk perbuatan zalim! Berlaku adil lah dalam segala sesuatu. Semoga Allah memberi taufiq. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.

    Baca Juga:

    Mengenal Penyakit Ain, Pencegahannya dan Pengobatannya

  14. Antara Mencela Simbol Kekufuran dan Menjelaskan Prinsip Islam
Di Salin dari; Sumber Artikel, Muslim.OR.ID--->Penulis: Yulian Purnama
Penulis Salinan, Rachmat.M,Flimban

03 Desember, 2021

Akhlaq Janganlah Saling Bermusuhan


Baca Selengkapnya Tekan Tombol Buka Di Bawaa ini,
AKHLAQ DAN NASEHAT
Janganlah Saling Bermusuhan
Prasetyo Abu Ka'ab

بسم الله الرحمن الرحيم

Pertanyaan :

Terjadi pertengkaran antara saya dengan saudara saya, dimana kami tidak berbicara, namun kami masih saling mengucapkan salam saja. Apakah hal itu termasuk ‘pertengkaran’? Tidak ada dalam hati saya rasa benci kepadanya. Akan tetapi, dia tidak ingin berbicara kepada saya. Apa hukumnya perkara ini? Apakah artinya (karena hal ini) amal kami tidak diangkat?

Syaikh Khalid bin Ali Musyaiqih menjawab:

Dalam Shahih Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تفتح أبواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله شيئا إلا رجلا كانت بينه وبين أخيه شحناء فيقال: أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا

“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka akan diampuni semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, kecuali dua orang laki-laki yang terdapat permusuhan antara dia dengan saudaranya. Maka dikatakan: ‘Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai.’”

Kerugian yang nyata

Sesungguhnya, terhalangnya seseorang dari kebaikan ini (yaitu diangkatnya amal -pent), benar-benar merupakan kerugian yang nyata. Dan termasuk perkara yang mengherankan dari seorang muslim, dimana dia mengedepankan hawa nafsunya di atas keridhaan Rabb-nya. Allah menghendaki seorang hamba mencintai orang-orang beriman, dan jangan sampai terdapat permusuhan diantaranya dengan seorangpun dari kaum muslimin. Kalau seandainya terjadi, Allah memerintahkannya untuk memaafkan dan mengampuni. Jika dia melakukannya, maka Allah menjanjikan untuknya pahala yang besar. Akan tetapi, sungguh mengherankan hamba ini, dimana dia melanggar perintah Rabb-nya, dan mentaati setan; maka dia mengharamkan bagi dirinya kebaikan yang banyak.

Wajib berdamai

Ketahuilah wahai saudaraku yang mulia, bahwasanya apabila terjadi permusuhan diantara kedua orang, maka akan terhalang bagi mereka mendapatkan ampunan, sampai mereka berdamai. Jika salah seorang dari mereka berusaha berdamai, dan yang lainnya menolaknya, maka orang yang menolak tersebutlah yang akan tertutup baginya ampunan, disebabkan karena penolakannya dan ketidak taatannya kepada Allah.

Wajib bagimu wahai saudaraku, untuk sungguh-sungguh dalam berusaha untuk berdamai, dan meminta pertolongan – setelah pertolongan kepada Allah – kepada orang-orang yang baik (untuk mendamaikan kalian).

Diantara keutamaan akhlak yang baik

Dan saya nasihatkan kepadamu wahai saudaraku yang mulia, untuk berhias diri dengan akhlak yang baik.

Nawwaas bin Sam’aan Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kebaikan dan dosa. Maka beliau bersabda:

البر حسن الخلق، والإثم: ما حاك في نفسك، وكرهت أن يطلع عليه الناس

‘Kebaikan adalah akhlak yang baik. Sedangkan dosa adalah apa-apa yang terbetik dalam jiwamu, dan kamu tidak suka diketahui manusia.’” (HR. Muslim)

Paling berat di timbangan

Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ما من شيءٍ أثقل في ميزان المؤمن يوم القيامة من حسن الخلق، وإن الله يبغض الفاحش البذي

“Tidak ada sesuatupun yang lebih berat di dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat, dari akhlak yang baik. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang berakhlak jelek, lagi al-badzii’.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih”)

al-Badzii’ yaitu orang yang berbicara dengan akhlak yang buruk, dan dengan perkataan yang kotor.

Paling banyak memasukkan ke surga

Abu Huraira Radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang perkara yang paling banyak memasukkan manusia ke Surga, maka beliau bersabda,

تقوى الله وحسن الخلق

“Takwa kepada Allah, dan akhlak yang baik.”

Beliau juga pernah ditanya tentang perkara yang banyak menjerumuskan manusia ke Neraka, maka beliau bersabda,

الفم والفرج

“Mulut dan kemaluan” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih.”)

Tolak ukur keimanan

Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أكمل المؤمنين إيماناً أحسنهم خلقاً، وخياركم خياركم لنسائهم

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik diantara kalian, adalah orang yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan shahih.”)

Mencapai derajat ahli ibadah

Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata bahwasanya dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن المؤمن ليدرك بحسن خلقه درجة الصائم القائم

“Sungguh seorang mukmin, dengan akhlak baiknya, dia dapat mencapai derajat orang yang gemar berpuasa lagi rajin shalat malam” (HR. Abu Dawud)

Jaminan rumah di surga

Abu Umamah al-Bahiliy Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أنا زعيمٌ ببيتٍ في ربض الجنة لمن ترك المراء، وإن كان محقاً، وببيتٍ في وسط الجنة لمن ترك الكذب، وإن كان مازحاً، وببيتٍ في أعلى الجنة لمن حسن خلقه

“Saya menjamin sebuah rumah di surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan kendati dia benar, rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kebohongan kendati hanya bercanda, dan rumah di tingkat atas surga bagi orang yang memperbaiki akhlaknya (sampai menjadi akhlak hasanah).” (Hadis shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad shahih)

Paling dekat dengan Rasulullah

Jabir Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن من أحبكم إلي، وأقربكم مني مجلساً يوم القيامة، أحاسنكم أخلاقاً. وإن أبغضكم إلي، وأبعدكم مني يوم القيامة، الثرثارون والمتشدقون والمتفيهقون

“Sesungguhnya termasuk orang yang paling saya cintai diantara kalian, dan paling dekat dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah orang yang paling baik akhlaknya. Dan sesungguhnya termasuk orang yang paling saya benci diantara kalian, dan paling jauh dengan saya tempat duduknya pada hari kiamat; adalah tsartsaarun (orang yang banyak bicara dengan berlebih-lebihan dan keluar dari kebenaran), mutasyaddiqun (orang yang banyak bicara dengan tidak hati-hati), dan mutafaihiqun.”

Para shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui makna tsartsaarun dan mutasyaddiqun. Apakah makna dari mutafaihiqun?” Rasulullah bersabda, “(Mereka adalah) orang-orang yang sombong (yaitu orang yang banyak bicara untuk menunjukkan kefasihan dan keutamaannya -pent).” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata, “Hadis ini hasan.”)

Perbanyaklah taubat dan istighfar !

Dan kami katakan kepada Anda, hendaklah banyak bertaubat, dan ber-istighfar (meminta ampunan kepada Allah). Hal-hal buruk yang menimpamu, hal itu disebabkan dosa yang telah Anda lakukan. Maka bertaubatlah kepada Allah, dan perbanyaklah sedekah dan kebaikan. Salah seorang salaf (orang terdahulu) berkata,

إني لا أجد شؤم المعصية في دابتي وخلق زوجتي

Sungguh saya mendapatkan dampak buruk maksiat di dalam hewan tungganganku dan akhlak istriku.

Allah Ta’ala berfirman :

{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم: ٤١]

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

{وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ} [الشورى: ٣٠]

“Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Kami memohon kepada Allah Ta’ala supaya mengampuni kami dan Anda, dan memaafkan kami dan Anda. Amin.[]

Sumber : Situs resmi Syaikh Khalid bin Ali Mushaiqih [ http://www.almoshaiqeh.com/ ]

Diterjemahkan dari : http://ar.islamway.net/fatwa/33581

Penerjemah : Abu Kaab Prasetyo

Disalin dari Sumber: Muslim.Or.Id, Penerjemah; Abu Kaab Presetyo

Penulis Salinan; Racmat.M.Ma, Flimban

08 November, 2021

Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam

Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam

Pada masa ini, ketika arus informasi demikian mudahnya, seringkali tanpa berfikir panjang kita langsung menyebarkan (men share) semua informasi dan informasi yang kita terima yang berhubungan dengan sikap fanatik yang dianjurkan oleh agama islam, tanpa terlebih dahulu meneliti kebenarannya.

Kita dengan sangat mudah men share informasi, entah dengan menggunakan media sosial semacam facebook, atau aplikasi whatsapp, atau media yang lainnya. Akibatnya, muncullah berbagai macam kerusakan, seperti kekacauan, fitnah dalam islam, provokasi, ketakutan, atau kebingungan di tengah tengah masyarakat akibat penyebaran informasi semacam ini.

Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas mengatakan tentang balasan bagi pendusta dalam islam, “Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila dia mengatakan semua yang didengar.” (HR. Muslim no.7) Janganlah kita tergesa gesa menyebarkan informasi tersebut, karena sikap seperti ini hanyalah berasal dari setan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mencari ketenangan dalam islam, “Ketenangan datangnya dari Allah, sedangkan tergesa gesa datangnya dari setan.” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra 10/104 dan Abu Ya’la dalam Musnad nya 3/1054)

Pengertian Hoax

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sehubungan dengan media sosial menurut islam, ‘hoaks’ adalah ‘informasi hoax.’ Dalam Oxford English dictionary, ‘hoax’ didefinisikan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kehoaxan yang dibuat dengan tujuan jahat’. Sayangnya, banyak yang sebenarnya mendefinisikan ‘hoax’ sebagai ‘informasi yang tidak saya sukai’.

Dalam kehidupan sehari hari, kita sering mendengar desas desus yang tidak jelas asal usulnya. Kadang dari suatu peristiwa kecil, tetapi dalam pemberitaannya, peristiwa itu begitu besar atau sebaliknya. Terkadang juga berita itu menyangkut kehormatan seorang muslim. Bahkan tidak jarang, sebuah rumah tangga menjadi retak, hanya karena sebuah berita yang belum tentu benar.

Bagaimanakah sikap kita terhadap berita yang bersumber dari orang yang belum kita ketahui kejujurannya? ‘Hoax’ atau ‘fake news’ bukan sesuatu yang baru, dan sudah banyak beredar sejak Johannes Gutenberg menciptakan mesin cetak pada tahun 1439. Sebelum zaman internet, ‘hoax’ bahkan lebih berbahaya dari sekarang karena sulit untuk diverifikasi. Apa itu hoax dan bagaimana Hukum Menyebar Berita Hoax dalam Islam? Simak uraiannya berikut.

Hoax dalam Kehidupan Sehari Hari

Salah satu penyebabperpecahan umat yang sudah sangat mengkhawatirkan hari ini adalah menerimaberita dari orang lain tanpa menyaringnya dengan kritis. Menurut SyeikhAbdurrahman as Sa’di, sebagai makhluk yang diberi akal, kita harus hati hatidalam menerima sebuah isi berita. Harus melakukan proses seleksi, menyaring,dan jangan sembrono dengan menerimanya begitu saja.

Dalam literatur literatur ushul fiqh disebutkan dengan begitujelas definisi sebuah berita; sesuatu yang mungkin benar sekaligus mungkinsalah. Bahkan dalam diskursushadis, ada sebuah ilmu khusus yang membahas tentang para informan hadis (jarh wa ta’dil). Sebuah upayamemverifikasi kesahihan periwayatan melalui jalur para informannya. Lalubagaimana dengan berita yang lalu lalang di media sosial?

Apakah semua yang beredar di Facebook, Twitter, atau Berita online, bisa kita pastikan kebenarannya dan kita bagikan tanpa proses verifikasi kebenaran isi beritanya? Mari muhasabah atau introspeksi diri kita agar tidak terjebak dan terjerembab dalam kubangan para pembual dan pemfitnah. Salah satu jalan menghindari hoax dengan memverifikasi berita.

Periksalah Kebenaransebuah Informasi dengan Cermat

Allah Ta’ala punmemerintahkan kepada kita untuk memeriksa suatu informasi terlebih dahulukarena belum tentu semua informasi itu benar dan valid. Allah Ta’ala berfirman, “Wahai orang orang yang beriman, jikadatang kepadamu orang fasik membawa suatu informasi, maka periksalah denganteliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpamengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS. Al Hujuraat [49]: 6)

Allah Ta’ala memerintahkankita untuk memeriksa suatu informasi dengan teliti, yaitu mencari bukti buktikebenaran informasi tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan menelusuri sumber informasi,atau bertanya kepada orang yang lebih mengetahui hal itu.

Oleh karena itu, sungguh saat ini kita sangat perlu memperhatikan ayat ini. Suatu zaman di mana kita mudah untuk men share suatu link informasi, entah informasi dari status facebook teman, entah informasi online, dan sejenisnya, lebih lebih jika informasi tersebut berkaitan dengan kehormatan saudara muslim atau informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat secara luas. Betapa sering kita jumpai,

suatu informasi yangdengan cepat menjadi viral di media sosial, di share oleh ribuan netizen,namun belakangan diketahui bahwa informasi tersebut tidak benar.Sayangnya, klarifikasi atas informasi yang salah tersebut justru sepi dari peminformasian.

Hukuman bagi yangSembarangan Menyebar Informasi atau Berita Hoax

Bagi kita yang suka asaldan tergesa gesa dalam menyebarkan informasi, maka hukuman di akhirat kelaktelah menanti kita. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakanmimpi beliau,

“Tadi malam aku bermimpi melihat ada dua orang yang mendatangiku, lalu mereka memegang tanganku, kemudian mengajakku keluar ke tanah lapang. Kemudian kami melewati dua orang, yang satu berdiri di dekat kepala temannya dengan membawa gancu dari besi.
Gancu itu dimasukkan ke dalam mulutnya, kemudian ditarik hingga robek pipinya sampai ke tengkuk. Dia tarik kembali, lalu dia masukkan lagi ke dalam mulut dan dia tarik hingga robek pipi sisi satunya. Kemudian bekas pipi robek tadi kembali pulih dan dirobek lagi, dan begitu seterusnya.”
Di akhir hadis,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendapat penjelasan dari malaikat, apa maksud kejadian yangbeliau lihat, “Orang pertama yangkamu lihat, dia adalah seorang pendusta. Dia membuat kedustaan dan dia sebarkan keseluruh penjuru dunia. Dia dihukum seperti itu sampai hari kiamat,kemudian Allah memperlakukan orang tersebut sesuai yang Dia kehendaki.” (HR. Ahmad no. 20165) [2]

Apabila kita sudahberusaha meneliti, namun kita belum bisa memastikan kebenarannya, maka diamtentu lebih selamat. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapayang diam, dia selamat.” (HR.Tirmidzi no. 2501) [3]

Bertanyalah, AdakahManfaat Menyebarkan suatu Informasi Tertentu?

Lalu, apabila kita sudahmemastikan keberannya, apakah informasi tersebut akan kita sebarkan begitusaja? Jawabannya tentu saja tidak. Akan tetapi, kita lihat terlebih dahuluapakah ada manfaat dari menyebarkan informasi (yang terbukti benar) tersebut?
Jika tidak ada manfaatnyaatau bahkan justru berpotensi menimbulkan salah paham, keresahan atau kekacauandi tengah tengah masyarakat dan hal hal yang tidak diinginkan lainnya, makahendaknya tidak langsung disebarkan (diam) atau minimal menunggu waktu dankondisi dan tepat. Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapaberiman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.”(HR. Bukhari no. 6018 dan Muslimno. 74)

Larangan MenyebarkanBerita Hoax dalam Islam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernahmelarang Mu’adz bin Jabal radhiyallahu‘anhu untuk menyebarkan ilmu yang dia peroleh karena khawatir akanmenimbulkan salah paham di tengah tengah kaum muslimin. Diriwayatkan dariMu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ‘Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu apa hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba dan apa hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul nya yang lebih mengetahui.’ Beliau pun bersabda,
'Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba Nya ialah supaya mereka beribadah kepada Nya saja dan tidak berbuat syirik sedikit pun kepada Nya. Adapun hak hamba yang wajib dipenuhi oleh Allah adalah Allah tidak akan mengazab mereka yang tidak berbuat syirik kepada Nya.;

Lalu aku berkata, ’Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku mengabarkan informasi gembira ini kepada banyak orang?’ Rasulullah menjawab, ’Jangan, nanti mereka bisa bersandar.’” (HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 154)

Mari kita perhatikan baik baikhadits ini. Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam menyampaikan suatu informasi (ilmu) kepada Mu’adz binJabal, namun beliau melarang Mu’adz bin Jabal untuk menyampaikannya kepadasahabat lain, karena beliau shallallahu‘alaihi wa sallam khawatir kalau mereka salah paham terhadap kandunganhadits ini.
Artinya, ada suatu kondisisehingga kita hanya menyampaikan suatu informasi kepada orang tertentu saja.Dengan kata lain, terkadang ada suatu maslahat (kebaikan) ketika menyembunyikanatau tidak menyampaikan suatu ilmu pada waktu dan kondisi tertentu, atau tidakmenyampaikan suatu ilmu kepada orang tertentu.
Mu’adz bin Jabal akhirnyamenyampaikan hadits ini ketika beliau hendak wafat karena beliau khawatirketika beliau wafat, namun masih ada hadits yang belum beliau sampaikan kepadamanusia. Mu’adz bin Jabal juga menyampaikan kekhawatiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketikaitu, agar manusia tidak salah paham dengan hadits tersebut.
Semoga tulisan singkat inimenjadi panduan kita di zaman penuh fitnah dan kerusakan seperti sekarang ini,yang salah satunya disebabkan oleh penyebaran informasi yang tidak jelas asal usuldan kebenarannya. Sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih.
Di Salin dari; Sumber Artikel; dalamislam.com

Penulis Salinan; Rachmat. M,a, Flimban


warning

Jerat Hukum untuk Penyebar Hoax

Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam ...

Indonesiabaik.id - pertumbuhan pengguna smartphone dan media sosial yang tidak menggunakan literasi digital menyebabkan berita palsu alias hoax merajalela . Tidak hanya melalui situs online, hoax juga beredar di pesan chatting. Jumlah hoax yang semakin meningkat dan tak terbendung membuat pemerintah akhirnya berinisiatif melakukan sejumlah cara bahkan penyebar hoax bisa dijerat hukum.

Bagi penyebar hoax, dapat diancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyatakan “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik yang Dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar .

Dalam menekan angka terjadinya hoax, sosialisasi terus digencarkan pemerintah untuk meminimalisir penyebaran konten hoax. Masyarakat juga telah diinformasikan terkait hukuman bagi mereka yang berujar kebencian/SARA melalui UU ITE.

Untuk melaporkan hoax, pengguna bisa melakukan screen capture disertai url link, kemudian mengirimkan data ke aduankonten@mail.kominfo.go.id. Kiriman aduan segera setelah melalui verifikasi. Kerahasiaan pelapor dijamin dan aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.go.id.