KESEHATAN
Mengenal Penyakit Ain,
Pencegahannya dan Pengobatannya
Yulian Purnama, S.Kom.
Daftar Isi
1. Apakah penyakit ‘ain itu?
2. Penyakit ‘ain benar adanya!
3. Sebab terjadinya penyakit ‘ain
ℛ
4. Ain bisa terjadi pada benda mati
5. Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit ‘ain
6. Cara agar kita tidak terkena ‘ain
7. Cara mengobati penyakit ‘ain
Apakah penyakit ‘ain itu?
‘Ain adalah penyakit atau gangguan yang disebabkan pandangan mata. Disebutkan
oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan:
إصابة العائن غيرَه بعينه
“Seorang yang memandang, menimbulkan gangguan pada yang dipandangnya” (Fathul
Majid Syarah Kitab Tauhid, hal. 69).
Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah:
مأخوذة من عان يَعين إذا أصابه بعينه ، وأصلها : من
إعجاب العائن بالشيء ، ثم تَتبعه كيفية نفْسه الخبيثة ، ثم تستعين على تنفيذ سمها
بنظرها إلى المَعِين
“‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya: terkena sesuatu hal dari mata.
Asalnya dari kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respon jiwa
yang negatif, lalu jiwa tersebut menggunakan media pandangan mata untuk
menyalurkan racunnya kepada yang dipandang tersebut” (Fatawa Al Lajnah Ad
Daimah, 1/271).
Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, kerusakan atau bahkan kematian.
Penyakit ‘ain benar adanya!
Setelah mengetahui definisi dari ‘ain, mungkin sebagian orang akan
bertanya-tanya: “Ah, mana mungkin sekedar memandang akan menimbulkan
penyakit?!”, “bagaimana bisa sekedar pandangan membuat seseorang mati?”. Atau
bahkan sebagian orang mengingkari adanya ‘ain karena tidak masuk akal. Oleh
karena itulah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir,
sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ
يَأْمُرُنِي أَنْ أَسْتَرْقِيَ مِنَ العَيْنِ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku agar aku diruqyah
untuk menyembuhkan ‘ain” (HR. Muslim no.2195).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
أكثرُ مَن يموت بعدَ قضاءِ اللهِ وقَدَرِهِ بالعينِ
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir
Allah adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404], dihasankan oleh
Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no.1206).
Dan kabar Nabawi ini wajib kita imani, bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan
pernah terjadi. Dan tentunya sangat mudah bagi Allah untuk membuat adanya
penyakit yang semisal ‘ain ini. Dan nyata penyakit ini juga banyak disaksikan
adanya oleh orang-orang, yaitu ketika didapati adanya orang-orang yang jatuh
sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
Baca Juga: Penyakit
yang Paling Berbahaya |
Sebab terjadinya penyakit ‘ain
‘Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap nikmat yang ada pada
orang lain. Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang
tersebut dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ‘ain.
Al Lajnah Ad Daimah menjelaskan:
وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله عليه وسلم
بالاستعاذة من الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد وليس كل
حاسد عائنا
“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam untuk
meminta perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” … dan dari
keburukan orang yang hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang
menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang
yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain. Dalam hadits dari Abu Umamah bin
Sahl, ia berkata:
اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ،
فَنَزَعَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ:
وَكَانَ سَهْلٌ رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ
رَبيعَةَ: مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ
مَكَانَهُ، فَاشْتَدَّ وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم –
فَأُخْبِرَ أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله،
فَاَتَاهُ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ
مِنْ شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -:
“عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟ أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ،
تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ
رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ
“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah
yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah
seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata:
“Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan
mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan
sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat
bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun
menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan
‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan
keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah
untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya
ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al Albani
dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).
Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang Sahl bin Hunaif dengan penuh
kekaguman, sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها للمعين، فليدفع
شرها بقوله: اللهم بارك عليه
“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain
pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan mengucapkan:
Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118).
Ain bisa terjadi pada benda mati
Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga bisa terkena ‘ain. Benda mati yang
terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau hancur secara tiba-tiba. Wa’iyyadzu
billah. Dalam hadits, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:
اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي
ومالي
“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan pada agamaku, duniaku,
keluargaku, dan hartaku” (HR. Abu Daud no.5074, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Abu Daud).
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ
اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا
وَوَلَدًا
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “masyaAllah,
laa quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam
hal harta dan keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).
Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa harta bisa terkena ain dan boleh
diruqyah ketika terkena ‘ain. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله، أو ماله، أو ولده
فليقل: ما شاء لا قوة إلا بالله ـ وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة
“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum pada keadaannya atau hartanya
atau pada anaknya, hendaknya ucapkan maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah.
Ini diambil dari ayat yang mulia ini” (Tafsir Ibnu Katsir).
Baca Juga: Inilah Dahsyatnya Bahaya Hasad
Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit ‘ain
Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk mencegah ‘ain ketika melihat suatu hal
yang menakjubkan pada orang lain, mengucapkan:
ما شاء الله لا قوة إلا بالله
/laa haula walaa quwwata illa billah/
Namun pendapat ini tidak memiliki dasar yang kuat.
Dari sisi orang yang memandang, hadits-hadits menunjukkan bahwa untuk
mencegah ‘ain adalah dengan tabriik (mendoakan keberkahan), misalnya
mengucapkan: “baarakallahu fiik” (semoga Allah memberkahimu) atau “baarakallahu
laka” (semoga Allah memberkahimu).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إذا رأى أحدكم من نفسه و أخيه ما يعجبه فليدع بالبركة
فإن العين حق
“jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya suatu hal yang
menakjubkan maka doakanlah keberkahan baginya, karena ‘ain itu benar adanya”
(QS. An Nasa-i no. 10872, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).
Dan yang paling penting agar tidak menimbulkan penyakit ‘ain pada diri orang
lain adalah menghilangkan rasa hasad kepada orang lain. Karena hasad itu
tercela. Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
لا تَباغضوا ، و لا تَقاطعوا ، و لا تَدابَروا ، و لا
تَحاسَدُوا ، و كونوا عبادَ اللهِ إخوانًا
“Janganlah kalian saling membenci, saling memutus hubungan, saling menjauh,
saling hasad. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari
no. 6076, Muslim no.2559).
Dan hasad kepada nikmat yang didapatkan orang lain, berarti tidak ridha
kepada keputusan Allah dan pembagian rezeki oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ
بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ
نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita
(pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”
(QS. An Nisa’: 32).
Cara agar kita tidak terkena ‘ain
Hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari penyakit ‘ain adalah
menghindari sikap suka pamer, dan berhias diri dengan sifat tawadhu‘.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا
حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar
tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang
pun berlaku zalim pada yang lain” (HR. Muslim no. 2865).
Sebisa mungkin hindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan usaha,
kebahagiaan keluarga, juga memamerkan foto anak, foto diri, foto istri/suami,
dan hal-hal lain yang bisa menimbulkan iri-dengki dari orang yang melihatnya.
Atau juga yang bisa menyebabkan kekaguman berlebihan dari orang yang melihatnya.
Karena pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain, sebagaimana sudah disebutkan.
Kemudian di antara upaya pencegahan penyakit ‘ain adalah dengan menjaga dan
memelihara semua kewajiban dan menjauhi segala larangan, taubat dari segala
macam kesalahan dan dosa, juga membentengi diri dengan beberapa dzikir doa, dan
ta’awudz (doa perlindungan) yang disyariatkan.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ
أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan
tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30).
Allah Ta’ala juga berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar
Ra’du: 28)
Rutinkan dzikir-dzikir pagi dan sore, serta dzikir-dzikir harian seperti
dzikir keluar/masuk rumah, dzikir keluar/masuk kamar mandi, dzikir hendak tidur
atau bangun tidur, dzikir naik kendaraan, dzikir ketika akan makan, dzikir
setelah shalat, dan lainnya.
Diantara dzikir pencegah ‘ain yang bisa dibaca kepada anak-anak agar tidak
terkena ‘ain adalah sebagaimana yang ada dalam hadits Ibnu Abbas
radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan Hasan dan
Husain dengan doa:
أُعِيذُكما بكلِماتِ اللهِ التَّامَّةِ، مِن كلِّ
شيطانٍ وهامَّةٍ، ومِن كلِّ عينٍ لامَّةٍ
/u’iidzukuma bikalimaatillahit taammah, min kulli syaithaanin wa haamah wa
min kulli ‘ainin laamah/
“Aku meminta perlindungan untuk kalian dengan kalimat Allah yang sempurna,
dari gangguan setan dan racun, dan gangguan ‘ain yang buruk”. Lalu Nabi
bersabda: “Dahulu ayah kalian (Nabi Ibrahim) meruqyah Ismail dan Ishaq dengan
doa ini” (HR. Abu Daud no. 4737, Ibnu Hibban no.1012, dishahihkan Syu’ain Al
Arnauth dalam Takhrij Ibnu Hibban).
Baca Juga: Pengobatan yang Menisbatkan pada Islam dan Sunnah
Cara mengobati penyakit ‘ain
Adapun orang yang terlanjur terkena ‘ain maka yang pertama kali harus dilakukan
adalah bersabar. Hendaknya ia meyakini bahwa penyakit ‘ain itu terjadi atas izin
Allah. Allah Ta’ala berfirman:
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّـهِ
ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّـهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin
Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi
petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At
Taghabun: 11).
Dan hendaknya ia bertawakkal hanya kepada Allah. Ia meyakini bahwa
satu-satunya yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala
berfirman:
وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّـهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ
إِلَّا هُوَ
“jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).
Jika orang yang terkena ‘ain bertawakkal kepada Allah sepenuhnya, maka pasti
Allah akan sembuhkan. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan penuhi
kebutuhannya” (QS. Ath Thalaq: 3).
Dan hendaknya orang yang terkena ‘ain mengusahakan sebab-sebab yang bisa
menyembuhkan penyakit ‘ain, diantaranya:
Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhum, Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
العين حق ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين ، وإذا
استغسلتم فاغسلوا
“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir,
maka itulah ‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk
memandikan orang yang terkena ‘ain)” (HR. Muslim no. 2188).
Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ‘ain
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Umamah bin Sahl di atas. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir bin Rabi’ah untuk berwudhu dan
menyiramkan air wudhunya kepada Sahl yang terkena ‘ain. Dalam riwayat yang lain:
فَأَمَرَ عَامِرًا أَنْ يَتَوَضَّأَ، فَغَسَلَ
وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، وَرُكْبَتَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ،
وَأَمَرَهُ أَنْ يَصُبَّ عَلَيْهِ
“Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir untuk berwudhu.
Lalu Amir membasuh wajah dan kedua tangannya hingga sikunya, dan membasuh kedua
lututnya dan bagian dalam sarungnya. Lalu Nabi memerintahkannya untuk
menyiramkannya kepada Sahl” (HR. An Nasa’i no. 7617, Ibnu Majah no. 3509, Ahmad
no. 15980, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata :
كانَ يُؤمَر العائِنُ، فيتوضّأُ، ثم يَغْتَسِلُ منه
المَعِينُ
“Dahulu orang yang menjadi penyebab ‘ain diperintahkan untuk berwudhu, lalu
orang yang terkena ‘ain mandi dari sisa air wudhu tersebut” (HR Abu Daud no
3885, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.2522).
Ruqyah syar’iyyah
Sebagaimana hadits dari Asma bintu Umais radhiallahu’anha, ia berkata:
يا رسول الله ، إن بني جعفر تصيبهم العين ، أفنسترقي
لهم ؟ ، قال : نعم ، فلو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta
mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului
takdir, itulah ‘ain” (HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no. 3510, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Ada beberapa cara meruqyah orang yang terkena ‘ain, diantaranya dengan
membacakan doa yang ada dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
“Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam merasakan sakit, Malaikat Jibril
meruqyahnya dengan doa:
باسْمِ اللهِ يُبْرِيكَ، وَمِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيكَ،
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ، وَشَرِّ كُلِّ ذِي عَيْنٍ
/bismillahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min syarri haasidin
idza hasad, wa syarri kulli dzii ‘ainin/
(dengan nama Allah yang menyembuhkanmu. Ia menyembuhkanmu dari segala
penyakit dan dari keburukan orang yang hasad dan keburukan orang yang
menyebabkan ‘ain) (HR. Muslim no.2185).
Atau membaca doa-doa ruqyah dari hadits-hadits shahih yang lainnya, serta
ayat-ayat Al Qur’an. Dan semua ayat-ayat Al Qur’an bisa untuk meruqyah.
Demikian pemaparan singkat mengenai penyakit ‘ain. Semoga Allah Ta’ala
menjaga kita dari keburukan penyakit ‘ain. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru
‘alaihi.
Baca Juga: Tanda-Tanda Terkena Gangguan Jin dan Penyakit ‘Ain
***
Penulis Sumber Artikel: Yulian Purnama
Sumber
Artikel: Muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/51176-penyakit-ain.html
Penulis; Rachmat.M.Flimban